CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 23 Agustus 2011

LAPORAN 29 Juli 2011


Pameran Seni Rupa Kontemporer Internasional Jakarta Biennale Kembali Meruang di Jakarta
“Kebebasan itu menurut gue, ketika umat muslim melakukan sembahyang di masjid dengan tenang tanpa takut adanya pengeboman”. Merupakan kalimat yang keluar dari Leonardo, salah satu pengisi acara dalam acara konser Blues For Freedom yang dilangsungkan pada hari Jum’at 29 Juli 2011 bertempat di Plaza Teater Kecil Taman Ismail Marzuki mulai pukul 16.00 hingga selesai.
Perhelatan pameran seni rupa kontemporer dua tahunan Jakarta Biennale kembali meruang di tempat-tempat publik Jakarta. Jakarta Biennale ke-14 (pertama kali diselenggarakan pada 1968) dan kali ini mengusung tema “Jakarta Maximum City: Survive or Escape”, sebuah kondisi kota yang sesak namun bagi banyak orang justru dianggap tetap penuh daya tarik. Berbeda dari perhelatan sebelumnya, kali ini Dewan Kesenia Jakarta sebagai penyelenggara mendapuk 2 jurnalis, yaitu: Ilham Khoiri (harian Kompas) dan Seno Joko Suyono (majalah Tempo), serta Bambang Asrini Widjanarko sebagai kurator pameran ini. Jakarta Biennale #14.2011 “Maximum City”, merupakan nama resmi dari pameran seni rupa kontemporer ini. Ada sekitar 200 perupa baik dari Indonesia maupun mancanegara yang akan unjuk karya di berbagai lokasi di Jakarta. Tidak hanya seni rupa, pertunjukan musik, tari, teater, pemutaran film dan sastra turut menjadi rangkaian event parallel yang akan memperkaya pengalaman masyarakat dalam berkesenian. Puncak dari perhelatan ini pada November 2011 hingga Januari 2012 mendatang. Blues For Freedom merupakan event parallel perdana dengan menghadirkan konser bertajuk. Acara ini merupakan kerjasama Dewan Kesenian Jakarta dengan Galeri Foto Jurnalistik Antara dan G Production.
Blues adalah manifesto ungkapan suara hati. Ketika hak asasi tertindas, saat kemerdekaan terrenggut, manakala demokrasi ternoda, maka Blues menjadi bahasa yang menetes tanpa henti untuk memecahkan karang pander dan kelu. Kondisi ini merespon dari beberapa kasus persekongkolan politik yang memuakkan selain pelanggaran HAM yang terjadi di berbagai belahan bumi Indonesia. Terkuaknya kasus korupsi pembangunan infrastruktur oleh politikus, korupsi pajak, pelecehan TKI, suap hakim, jaksa dan aparatur penegak hukum lain, hingga penyerangan atas nama agama.
Untuk itulah Blues hadir di tengah-tengah perpolitikan Indonesia yang carut-marut sekarang ini untuk menjadikan bahasa perlawanan menentang angkara kepongahan serta mengekspresikan kebebasan jiwa agar: Merdeka untuk beragama, Merdeka untuk hidup layak, Merdeka untuk berekspresi, Merdeka dari rasa takut. Blues diharapkan mampu meneriakkan hak-hak demokrasi yang tak lagi milik warga negara Indonesia yang merdeka.
Dalam konser yang terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya sepeser pun ini diisi oleh penampilan dari sederet musisi Indonesia yang peduli akan kondisi bangsa saat ini. Mereka adalah, Gugun Blues Shelter, Navicula, Leonardo, Efek Rumah Kaca, Dialog Dini Hari, Getah feat Maya Hasan, Flowers, dan Bangku Taman. Selain mereka sebagai pengisi acara, mahasiswa Institut Kesenian Jakarta atau yang biasa dikenal dengan sebutan IKJ juga turut berpartisipasi dengan memberikan berbagai macam kreatifitasnya di bidang seni.
Acara yang dimulai sekitar pukul 7 malam, menyedot perhatian kaum muda untuk ikut menikmati suguhan khas musik Blues yang dimainkan oleh Leonardo. Tampil sebagai pembuka, Leonardo mampu membuat penonton cukup antusias menikmati musik yang sedang melantun. Dengan berakhirnya lagu yang dimainkan Gugun Blues Shelter, maka berakhir pula acara perdana konser Blues For Freedom ini, diharapkan bukan sebagai akhir dari perjuangan menuntut hak-hak demokrasi serta kebebasan yang ingin direbut kembali untuk warga Indonesia yang telah merdeka.

0 komentar:

Posting Komentar