CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 23 Agustus 2011

LAPORAN 25 Juli 2011


LAPORAN PENUGASAN
Rubrik            :           SOSPOL
Masalah          :           UU Fakir Miskin
Angle              :           Akankah UU Fakir Miskin akan membuat penanganan kaum                                       miskin lebih fokus dan terkoordinasi
Narasumber   :           Suhardi
Oleh                :           Winda Destiana

Kamis, 21 Juli 2011, DPR RI mengesahkan rancangan undang-undang penanganan fakir-miskin yang diharapkan bisa membuat program penanganan kaum miskin lebih fokus dan terkoordinasi. Bahkan, Komisi VIII DPR yang menggodok RUU ini, sempat mengadakan kunjungan kerja di Cina dan Australia, April lalu, terkait pembahasan rancangan undang-undang.

Dalam UU ini diatur bermacam-macam upaya melindungi fakir-miskin antara lain tentang pemberian santunan, jaminan penyediaan lapangan kerja dan layanan kesehatan serta rumah murah. Namun persoalannya hingga kini kriteria fakir-miskin masih diperdebatkan. Berdasarkan data kementerian sosial, saat ini terdapat 13,7 juta fakir-miskin dari 30 juta lebih warga miskin di Indonesia.
Apa komentar Suhardi, selaku Pengamat LP3ES mengomentari masalah pengesahan undang-undang fakir miskin ini. Berikut petikan wawancara dengan beliau di Gedung LP3ES Jalan S. Parman No. 81 Slipi Jakarta, Senin 25 Juli 2011.

Bagaimana pendapat Anda tentang efektifitas Undang-undang Penanganan Fakir-miskin?
Terutama saya menyambut baik dengan hadirnya undang-undang ini. Bagusnya ada satu kemauan politik untuk mendorong atau melindungi kaum miskin. Itu merupakan langkah maju Pemerintah. Tetapi saya menghimbau kepada seluruh pihak terutama Pemerintah, untuk segera melaksanakannya! Nah yang jadi persoalan adalah banyaknya undang-undang yang tidak terealisasikan dengan baik. Ini menurut saya ya, tidak lengkap kalau hanya menterjemahkan pasal 33 saja, yang menyebutkan bahwa fakir miskin dipelihara oleh Negara. Tidak cukup hanya itu, tetapi harus juga dikaitkan dengan undang-undang yang telah di sahkan agar sesuai dengan amanat Negara ini.

Akankah UU ini menjadi fokus dan terkoordinasi?
Saya kira, selama ini Pemerintah dalam membangun kaum miskin dalam kerangka orang miskin, bukan menjadi dasar dari pertumbuhan, tetapi sebaliknya, pertumbuhan untuk kaum miskin. Nah ini kan terbalik. Kalau menjadikan orang miskin sebagai sebagai basis pertumbuhan, maka orang miskin ini lebih sebagai asset. Bagaimana caranya? Sebagai contoh kaum miskin di bantaran sungai, mereka jangan dianggap sebagai persoalan atau beban, tetapi harus dilihat sebagai asset. Bagaimana caranya agar Pemerintah menata mereka agar tidak menjadi penghuni liar, tetapi sebagai penghuni tetap dan merasa nyaman bekerja secara positif. Kalau pembangunan kaum miskin hanya dilihat sebagai pogram bukan sebagai tanggung jawab politik maka ya itu tadi, sulit efektifitasnya!

Kriteria yang tergolong ke dalam Fakir Miskin itu seperti apa?
Banyak criteria yang dilihat, dari segi ekonomi maupun segi sosial. Setiap daerah pasti berbeda-beda. Misalnya kalau kita melihat daerah Lombok, mereka mungkin miskin dari segi ekonomi, karena memang penduduknya banyak, tetapi lahan pekerjaannya kurang dan tidak memadai. Lalu bandingkan dengan daerah sebelahnya, Sumbawa, secara ekonomi dikatakan lahannya luas dan penduduknya sedikit, tetapi kenapa disana disebut miskin, itu karena bukan kekuragan lahan, namun mereka miskin dari segi pendidikan. Mereka tidak bisa memanfaatkan lahan yang ada, pengetahuan pun terbatas.

Apa yang seharusnya dilakukan Pemerintah dalam mengatasi masalah ini?
Seharusnya memang ada blok-blok pembangunan di daerah untuk mengurangi tingkat atau arus urbanisasi di kota besar seperti Jakarta ini. Daerah setempat perlu didukung oleh sarana dan fasilitas yang memadai, diperkuat ekonominya, sehingga hal ini dapat menekan arus urbanisasi per tahunnya.

Cara yang paling efektif untuk menahan kemiskinan seperti apa?
Saya kira memang, program-program yang sudah dibuat Pemerintah dan pihak swasta harus lebih dikoordinasikan. Karena pelaksanaannya yang tidak tepat waktu yang membuat beban kemiskinan ini semakin meluas dan sangat pelik. Kemiskinan ini sudah menjadi persoalan yang sangat berat dan butuh perhatian serius. Kalau teroris saja dibuat badan khusus, kenapa kemiskinan tidak? Menurut saya kemiskinan juga terror bagi kelangsungan Negara ini. Mungkin dibutuhkan badan khusus yang mengatur kebijakan kemisikinan setara menteri dan dibawah Presiden langsung untuk menyikapi masalah ini agar menjadi efektif.

Siapa yang harusnya bertanggung jawab dalam masalah ini?
Semua pihak. Tetapi yang lebih bertanggung jawab adalah Negara. Karena memang sesuai dengan amanat Negara yang tertuang pada undang-undang. Undang-undang ini akan menjadi percuma kalau setelah ditetapkan amsih saja ada daerah yang masyarakatnya masih miskin tetapi kepala daerah tersebut tidak bertanggung jawab. Kalau memang merasa gagal, ya mundur, jangan tunggu pemecatan!

0 komentar:

Posting Komentar