CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 23 Agustus 2011

LAPORAN 10 Agustus 2011


MASTODON dan BURUNG KONDOR
“Apa gunanya tingkat ekonomi yang tinggi, kalau perekonomian masyarakatnya saja masih melorot” merupakan salah satu kata yang terlontar dari Jose Carosta, pelaku utama dalam Pementasan teater Mastodon dan Burung Kondor karya Rendra pada tanggal 11 hingga 14 Agustus 2011 di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki.

W.S Rendra dikenal di Indonesia dan luar negeri sebagai penyair yang sangat penting. Lahir pada tanggal 07 November 1935 di Solo, Jawa-Tengah, dan meninggal 06 Agustus 2009 di Depok, Jawa-Barat. Rendra adalah seorang seniman, memulai pekerjaannya di atas panggung. Ketika kembali ke Indonesia pada tahun 1967, setelah menyelesaikan pendidikan di The American Academy of Dramatic Arts, Rendra mendirikan grup teater di Yogyakarta yang dinamai Bengkel Teater. Kemudian berganti menjadi Bengkel Teater Rendra sejak berpindah ke Depok, Jawa-Barat. Sampai sekarang, Bengkel Teater Rendra terus aktif di Indonesia, menjadi basis kegiatan keseniannya. Grup ini dianggap telah memberi suasana baru dalam kehidupan teater di Indonesia.

Dalam pengendapan selama setahun ini, naskah karya Rendra dibedah lagi kiranya untuk dimaksimalkan guna men-sinergikan keadaan. Ken Zuraida, istri dari almarhum Rendra yang juga salah satu pengelola Bengkel Teater Rendra merasa terpanggil untuk mementaskah lagi naskah ini. Akhirnya, dengan cara militan yang gigih, ia mengumpulkan dukungan dari beberapa anggota senior Bengkel Teater Rendra dan juga para seniman muda potensial yang berdatangan dari Jogja, Salatiga, Makassar, Bogor, Tangerang, Bandung dan Jakarta untuk mementaskan mahakarya Rendra ini.

Nuansa pementasan teater Mastodon dan Burung Kondor yang konservatif ini disutradarai langsung oleh Ken Zuraida. Dengan didukung oleh tim manajemen produksi: Arif Budimanta (produser eksekutif), Amir Husain Daulay, Edi Haryono dan Rusdy Setiawan Putra. Serta didukung pula oleh aktor utama Totenk Mahdasi Tatang, Awan Sanwani, Cahyo Harimurti, dan Maryam Supraba.

Secara eksplisit, drama teater ini menceritakan sebuah pergulatan sosial politik di Amerika Latin yang sedang didera kontra revolusi. Pemerintah yang berkuasa adalah Pemerintahan tentara yang terlalu berambisi melakukan pembangunan, tapi semua itu dilakukan hanya demi upaya untuk mempertahankan kursi kekuasaan semata. Maka penindasan dimana-mana dilakukan sebagai buah dari ketakutannya kalau saja kelak akan ada pemberontakan yang akan menjadi batu sandungan bagi tercapainya target-target ambisi tersebut. Gerak laku penguasa yang membabi buta itu yang lalu disebut sebagai derak marah para mastodon.

Sedangkan rakyat yang mendambakan hidup damai dalam kewajaran, menderita akibat gelap matanya program kerja Pemerintah mastodon yang serta merta mengatasnamakan pembangunan, lantas dimaknai sebagai burung-burung kondor. Kemiskinan dan ketertindasan akibat kinerja Pemerintah yang diktator dan otoriter tersebut, lebih lanjut menyebabkan terjadinya pergolakan di kalangan revolusioner yang dimotori orang-orang kampus. Mereka sepakat akan menjalankan revolusi.

Namun, tawaran revolusi itu mendapat tentangan dari Jose Carosta, penyair yang berhelat di tengah pergulatan revolusi tersebut. Bersikap tegar, bak batu karang, berdiri di tengah-tengah laksana matahari yang mencerahkan kesadaran. Sosoknya yang kuat bersama penghayatannya mengarungi perenungan yang mendalam berdasarkan empirisme dan ilmu pengetahuan universal telah menjelmakan sikap yang kokoh untuk tidak terpengaruh dan bergeser dari ketetapan mempertahankan prinsip-prinsip kebudayaan.

Setiap revolusi pada akhirnya akan melahirkan sikap yang fanatik atau ekstrim. Sikap ini niscaya kelak akan melahirkan mastodon-mastodon alias penindas-penindas. Dan pada setiap revolusi yang dimenangkan oleh kaum radikal yang fanatis, tak urung akan melahirkan lagi Pemerintahan mastodon.

Pentas dibuka oleh lantunan musik latin yang dibawakan oleh para pemusik seperti Maryam Supraba, Cahyo Harimurti dan kawan-kawan. Didukung dengan kemampuan acting para pemain, terutama Totenk Mahdasi Tatang, yang berperan sebagai Jose Carosta, mampu membuat seluruh penonton berdecak kagum saat bagian dimana ketika Jose melantangkan syair Rendra yang berjudul  Sajak Burung-burung Kondor. Dengan fasih dan didukung kemampuan acting yang luar biasa, Jose mampu memikat perhatian penonton saat pementasan berlangsung. Tidak hanya itu, para pemain senior seperti Iwan Burnani, Awan Sanwani, Ayu B. Nurdin dan yang lainnya patut diacungi jempol atas kepiawaiannya berlakon di atas pentas teater.

0 komentar:

Posting Komentar