CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 07 November 2011

NOWHERE BOY

Europe on Screen (Old and Young)
 “I love you, you are my dream, don’t forget it!!!”
Penggalan kalimat di atas adalah ungkapan sayang seorang wanita paruh baya kepada anak laki-laki dari pernikahan sebelumnya, anak itu adalah John. John Lennon adalah seorang remaja kesepian yang cerdas dan penuh keingin tahuan yang tumbuh di kota Liverpool. John hidup dan dibesarkan oleh Mimi, bibi yang membesarkannya setelah Julia, ibu kandung yang menelantarkannya ketika ia masih kanak-kanak. Suasana perceraian kedua orang tuanya selalu terekam di benak John, tak ayal ia pun sering memimpikan saat mereka bertengkar di pengadilan dan kemudian memutuskan untuk bercerai.
Suatu ketika, John datang untuk menemui Julia. Julia yang rindu akan kehadiran John setelah sekian tahun lamanya tidak bertemu, membuatnya sangat memanjakan John. Julia mengajarkan John  bagaimana bermusik, bermain gitar dan mereka bernyanyi bersama. Tak hanya itu, kerinduan yang mendalam akan John, membuat Julia menomor satukan John dibandingkan dengan kedua putrinya hasil dari pernikahan kedua setelah bercerai dengan Ayah John. John yang merasa kesepian dan menginginkan kasih sayang yang utuh dari keluarga normal, memilih untuk bermusik sebagai pelariannya. Hingga pemuda resah ini kemudian bertemu dengan musisi-musisi muda yang dapat mengimbangi kejeniusannya pada diri Paul McCartney dan George Harrison.
Keadaan ini lama kelamaan dapat tercium oleh Mimi. Terjadilah keributan diantara mereka akan pengasuhan John. Mimi yang tak ingin John, keponakan yang dirawatnya dari kanak-kanak, begitu saja meninggalkannya dan kembali ke pelukan Julia, wanita yang dulu meninggalkan John. Tak hanya itu, fakta lain mengatakan bahwa perceraian yang terjadi dulu adalah murni kesalahan Julia, yang tidak bisa menjaga kehormatan rumah tangganya sehingga ia memilih untuk membagi cintanya dengan laki-laki lain.
John dilemma, ia merasa dibohongi oleh kanyataan yang terjadi di hadapannya. Ia tak menyangka bahwa ibu kandungnya tega menghancurkan keluarga yang telah dibangunnya bersama Ayah John. Hingga akhirnya Mimi, yang notabene adalah kakak kandung Julia, mengasuh dan mengambil alih dirinya dari kedua orang tua kandungnya tersebut.
Pada akhirnya Julia dan Mimi bersatu kembali. Mereka sama-sama menyayangi John, dan ingin merawat John bersama-sama. Julia dengan kehidupan barunya ditambah John, dan Mimi dengan kehidupannya yang dari awal sudah bersama dengan John. Namun saat kebahagiaan itu datang, John harus mendapatkan kenyataan pahit lagi. Julia tewas tertabrak mobil saat pulang dari berkunjung ke rumah Mimi. John depresi, baru saja ia mereguk kasih sayang yang selama ini diimpikannya, terpaksa harus menghadapi kenyataan ia harus kehilangan Julia untuk selamanya. Namun, berkat dukungan dari teman-teman band nya, John bisa berdamai dengan dirinya sendiri.
Itulah Nowhere Boy, drama ini keseluruhan mengisahkan masa muda John Lennon dari tahun 1955 hingga tahun 1960 dan awal perjalanannya menjadi musisi yang sukses. Film ini menelusuri hal-hal yang memengaruhi hidupnya, termasuk kepribadian dua perempuan yang mendominasi masa kecilnya, Mimi—bibi yang membesarkannya, dan Julia, ibu yang pernah menelantarkannya. Film besutan sutradara Sam Taylor-Wood yang diperankan oleh Kristin Scott Thomas, Anne-Marie Duff dan Aaron Johnson ini berdurasi 98 menit, film ini menjadi film pembuka pada Festival Film Eropa 2011 di Jakarta. Acara ini berlangsung di Epicentrum Rasuna Said, 04 November 2011 dari jam 19.00-selesai.
Festival ini dibuka untuk umum pada 05 November 2011 hingga 11 November 2011. Festival Film Eropa yang dikenal dengan Europe on Screen (EoS), adalah sebuah festival yang menjadi jendela untuk menyaksikan budaya Eropa lewat beragam film dan sarana bagi penonton untuk mengembangkan apresiasi terhadap film-film di luar arus besar. Tahun ini memasuki penyelenggaraan kelima dengan tema Old and Young Europe. Tema ini menyorot dinamika benua Eropa yang sarat dengan sejarah dan tradisi namun tidak luput dari pembaruan di berbagai bidang, disajikan melalui 24 film panjang dan 1 film pendek dari 21 negara-negara Eropa yang diproduksi dalam rentang waktu lebih dari dua dekade.
Diharapkan, film Eropa ini nantinya juga mampu menembus pasar industry perfilman yang lebih baik dan mampu bersaing dengan Holywood. Menurut Zakiah, Artistic Director acara ini menuturkan, bahwa Negara-negara seperti Italia dan Jerman, sudah sangat mendukung sekali jika Film Eropa ini masuk ke dalam jajaran film-film Box Office yang dikeluarkan oleh Holywood, namun ternyata, tidak semua Negara di Uni Eropa sadar akan pentingnya film dalam kebudayaan mereka. Masih terdapat beberapa Negara yang acuh akan kesempatan emas ini. Diharapkan, tahun selanjutnya akan ada perkembangan signifikan dari Negara-negara Uni Eropa, hingga nantinya siap bersaing di industry perfilman.
BOX:
Ini adalah Festival Film Eropa ke lima yang diadakan oleh seluruh persatuan Negara-negara Uni Eropa.
Festival Film ini akan diputar di Erasmus Huis, GoetheHaus, Istituto Italiano di Cultura, Institut Français Indonesia dan Kineforum Jakarta Arts Council.

 


Kamis, 03 November 2011

Ubiet - Dian HP

 

Kau Angin

Semula aku sangka kau gelombang..

Tapi setiap kali aku renangi..

Kau menggasing bagai angin..

Peluh membuncah dan ruh tubuh gelisah..

Adalah ibadah bagi cinta tak berjamah..

Di situ, kunikmatkan teduhmu..

Sesekali sebelum kau berhembus pergi..

Aku buru suara seruling di jauhan..

Yang kutemu dedahan bergesekan..

Aku termangu tertipu gerakmu..

Sehening batu di kedalaman rinduku..

Kini aku tahu, tak perlu memburumu..

Kau hidup di dalam dan di luar diriku..

Tak berjarak namun terasa jauh..

Teramat dekat namun tak tersentuh..

Jika benar kaulah angin itu..

Semauku akan kuhirup kamu..

Dalam jantung yang berdegup..

Kau gairah baru bagi hidup..

Mengalirlah darah, mengalir..

Dalam urat nadi cintaku..

Karenamu, kekasihku!


Dinding teater Salihara terasa bergetar. Udara seisi ruangan menjadi sangat dingin, begitu mendengar perpaduan suara emas Ubiet dan lantunan musik yang dibawakan oleh Dian HP malam itu. Puisi berjudul Kau Angin karya Sitok Srengenge diatas berhasil membuat penonton bergidik. Perpaduan yang melankolis berhasil diciptakan oleh pasangan duet malam itu. Menghipnotis penonton untuk menitikkan air mata ketika mendengar bait per bait yang terlantun.


Sebanyak 8 puisi berhasil dibawakan dengan syahdu oleh Dian HP dan friends malam itu. Tak hanya karya Sitok, ada pula syair karya Nirwan Dewanto berhasil di melodikan. Pentas tafsir musik atas sastra ini diadakan di Teater Salihara, Minggu 09 Oktober 2011.


Dian HP adalah pemain piano dan akordion, pencipta lagu, produser juga penata musik. Bersama Nyak "Ubiet" Ina Raseuki, ia meluncurkan komposisi delapan cinta, album musik berdasarkan puisi Sitok Srengenge dan Nirwan Dewanto. Selain Dian, acara ini juga dibantu oleh 2 komposer lainnya, yaitu Gatot Danar Sulistiyanto dan Matius Shan Boone. Gatot Danar Sulistiyanto adalah komposer yang juga aktif dalam berbagai bentuk kesenian. Ia tergabung dalam Music Teatrica Nova, sebuah kelompok seni multimedia. Gatot telah membuat komposisi musik berdasarkan puisi karya Amir Hamzah yang bertajuk "Sunyi itu duka" dan "Rasa dosa" karya Soebagio Sastrowardoyo serta "Bukan beta bijak berperi" dan "Pucuk Kayu" karya Roestam Effendi. Sedangkan Matius Shan Boone mulai dikenal di dunia komposisi musik baru karena karyanya yang berjudul "Balungan", untuk gamelan slendro, dibawakan oleh Ensemble Gending. Di acara ini Matius menafsirkan puisi Amir Hamzah, "Padamu Jua" dan puisi Soebagio Sastrowardoyo "Adam di Firdaus".


Festival Film Eropa 2011

OLD and YOUNG EUROPE

Festival Film Eropa 28 Oktober - 24 November 2011
Festival Film Eropa yang dikenal dengan Europe on Screen (EoS), sebuah festival yang menjadi jendela untuk menyaksikan budaya Eropa lewat beragam film dan sarana bagi penonton untuk mengembangkan apresiasi terhadap film-film di luar arus besar, tahun ini memasuki penyelenggaraan kelima dengan tema Old and Young Europe. Tema ini menyorot dinamika benua Eropa yang sarat dengan sejarah dan tradisi namun tidak luput dari pembaruan di berbagai bidang, disajikan melalui 24 film panjang dan 1 film pendek dari 21 negara-negara Eropa yang diproduksi dalam rentang waktu lebih dari dua dekade. Keseluruhannya terbagi dalam beberapa seksi film: Against the Odds, Crime and Misdemeanour, Family Affairs, Songs of Survival, Sprinkles of Laughter. Tahun ini EoS juga mempersembahkan 9 film pendek Indonesia terbaik melalui EoS Short Film Competition.
Europe on Screen 2011 akan berlangsung di:
Yogyakarta 28-29 Oktober: LIP
Bandung 1-2 November: CCF
Jakarta 4-11 November: Erasmus Huis, GoetheHaus, Istituto Italiano di Cultura, Institut Français Indonesia, Kineforum Jakarta Arts Council
Denpasar 12-13 November: Alliance Française
Banda Aceh 14-18 November: Europe House
Surabaya 19-20 November: CCCL
Semarang 23-24 November: Universitas Diponegoro
The Old and Young Europe sengaja hadir di kota-kota tersebut karena lembaga-lembaga budaya Eropa berada disana. Hal ini dilakukan agar tujuan mereka mengenalkan film-film Eropa ke daerah selain Jakarta bisa tercapai. Sangat diharapkan sekali pada festival tahun ini target sekitar enam ribu audience akan terpenuhi. Sama seperti tahun sebelumnya.  Target penonton harus diatas usia 18 tahun, karena secara keseluruhan film yang akan diputar merupakan film-film drama untuk dewasa.



Dalam film yang diputar di Kine Forum Jumat 28 Oktober 2011 kemarin berjudul LO SPAZO BIANCO atau yang dalam bahasa Inggris The White Space. Film buatan Italia berdurasi 96 menit ini dipilih karena intensitasnya tentang perasaan keibuan. Banyak bayi yang lahir kemudian diabaikan dan merasa kesepian karena sang Ibu tidak mau menerima tanggung jawabnya. Di Italia sendiri banyak orang yang mengalami sindrom kehamilan pertama atau yang lebih dikenal baby blues syndrome. Masa seperti ini adalah masa sulit bagi sang ibu, sekaligus juga menandakan ketidakdewasaan seseorang.
Maria diperankan dengan sangat meyakinkan oleh Margherita Buy, seorang janda paruh baya berjiwa bebas, pengajar bahasa italia di Napoli yang hidup semaunya. Tanpa aturan dan bebas. Akan tetapi semua mendadak berubah, ketika pada suatu kesempatan ia mengenal seorang laki-laki yang telah memiliki seorang anak di sebuah bioskop. Hubungan mereka awalnya mengalir lancar tanpa hambatan, namun setelah  hubungannya berujung pada kehamilan tidak terencana dan kelahiran prematur bayi perempuan, semua seakan berubah. Laki-laki tersebut pergi meninggalkan Maria dan bayinya, bayi mereka begitu saja. Tanpa rasa iba dan pertanggung jawaban. Merasa tidak lagi mampu mengontrol situasi, Maria menarik diri, merasa takut saat berada di kelas bahasa Spanyol yang ia ajarkan, dan selalu mengucilkan dirinya sendiri. Maria sangat depresi dan tidak tahu harus berbuat apa. Bayang-bayang laki-laki tidak bertanggung jawab tersebut selalu menghantui pikirannya. Ingin ia mencari laki-laki tersebut, namun keinginan hanya sebatas keinginan, Maria tidak ingin mendapati kenyataan, laki-laki tersebut malah justru tidak menerima ia dan bayi kecil mereka, yang masih harus berjuang bertahan hidup dalam ruang inkubator.  Sampai akhirnya ia bangkit, melawan rasa kesepian dan kesedihannya sendiri, ia harus belajar hidup kembali demi anaknya yg rapuh. Anaknya yang sangat membutuhkan dirinya.
LO SPAZIO BIANCO (The White Space)
Italy 2009 Drama 96 minute, italian with english subt.
Director: francesca comencini
Cast: margherita buy, gaetano bruno, giovanni ludeno, antonia truppo, guido caprino 

Selasa, 11 Oktober 2011

Laporan 08 Oktober 2011 part 2

10 Tahun Q! Film Festival 2011:
Born This Way!

Q! Film Festival (Q!FF) kembali hadir di Jakarta untuk ke sepuluh kalinya pada tanggal 30 September 8 Oktober 2011. Festival film bertemakan LGBTIQ, Hak Asasi Manusia (HAM) dan HIV/AIDS ini diselengarakan oleh Q-munity, organisasi nirlaba yang bergerak di dunia seni. Awalnya ide festival film ini lahir dari beberapa orang jurnalis freelance pecinta film dimana mereka ingin membuka wacana dan memberi pilihan film non-mainstream (non Hollywood) bagi penggemar film di Indonesia. Ide ini direalisasikan pada tahun 2002 dengan nama Q! Screenings. Berjalan dengan waktu, Q! Screenings berubah menjadi Q! FilmFestival, yang tidak hanya memutar film, tapi juga memberi kesempatan pada seniman untuk berkarya di ajang Q! Exhibition, para penulis untuk bersuara di Q! Literature, nge-gosip hal-hal seru sambil tambah ilmu di Q! Gossip atau kesempatan bertukar pikiran dengan sutradara nasional dan internasional di sesi Q&A pada akhir pemutaran film.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Q!FF 2011 kembali didukung teman-teman setia baik dari kantung seni budaya (Kineforum, Komunitas Salihara, Galeri Foto Jurnalistik Antara), pusat kebudayaan asing (Erasmus Huis, Centre Culturel Francais, Japan Foundation), NGO HAM (Arus Pelangi, Kontras), LBH Jakarta, YLBHI, LBHM, kedutaan besar Kroasia, Komisi Uni Eropa, Komnas HAM, dan Komans Perempuan sampai dukungan individual dari tokoh industri film di Indonesia seperti Nia Dinata, Lola Amaria, Ria Irawan, Lucky Kuswandi, Paul Agusta.
Salah satu film yang diputar adalah 'Goddag Mit Navn Er Lesbisk' disutradarai oleh Iben Haahr Andersen dan Minna Grooss. Film yang diproduksi di Denmark pada tahun 2009 ini menceritakan tentang segala sesuatu kehidupan tentang kaum lesbi di negara Jerman dari tahun ke tahunnya. Bagaimana kehidupan mereka bersama pasangan sejenisnya. Bagaimana seks yang mereka lakukan sampai mereka memiliki anak seperti kehidupan normal pasangan beda jenis. Tentunya, untuk masalah keturunan, mereka harus menempuh cara pendonoran sperma, atau pembuahan sperma yang ditanamkan pada salah satu dari pasangan sejenis tersebut. Bagaimana mereka saling berinteraksi dengan sesama para lesbian lain. Pernikahan mereka pun tetap berjalan seperti layaknya pasangan beda jenis lainnya. Melakukan pemberkatan di gereja, setelah itu berdansa seperti halnya pengantin pada umumnya. 
Selain film tersebut, ada satu film pendek berdurasi sekitar 10 menit berjudul 'How To Make a Heartbeat'. Disutradarai oleh Rick Dillwood dan diproduksi di Amerika pada tahun 2009. Film ini masih mengangkat tentang kehidupan lesbi Amerika Serikat yang ingin mempunyai keturunan. Dengan gamblang mereka mengutarakan niat mereka kepada dokter spesialis kandungan. Usaha yang dilakukan adalah dengan memasukkan tabung sperma kepada rahim dari salah satu pasangan tersebut yang ingin merasakan bagaimana kehamilan itu terjadi. Prosesnya sama seperti wanita yang sedang hamil, menunggu kehamilan selama sembilan bulan baru lah kemudian mereka bisa memiliki keturunan. Meskipun sangat tidak mungkin jika mereka orang tua biologis si janin, akan tetapi masih ada cara lain untuk para pasangan sejenis yang tetap ingin memiliki keturunan.
Meskipun sempat menghadapi respon keras dan ancaman dari kalangan fundamentalis, ekstrimis dan relijius di tahun lalu, Q!FF 2011 tetap akan menghadirkan lebih dari 100 film (Film Feature, Dokumenter dan Short) yang berasal dari kurang lebih 25 negara dari seluruh dunia. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kini Q!FF memiliki dua festival direktur: Meninaputri Wismurti dan Ahmad Hally.
Jika segala sesuatu dipandang dari kacamata yang salah, persepsi pandangan pun akan salah. Namun jika dilihat dari kacamata yang benar, mungkin demo yang terjadi pada tahun lalu di Goethe Institute tidak akan terjadi. Seni dan kebudayaan, tidak bisa selalu diselaraskan dengan agama. FPI menganggap Q!FF ini telah menyebarkan informasi-informasi yang bertentangan dengan islam, seperti memutarkan film berunsur kehidupan para gay dan lesbi. Padahal, harusnya kita patut menghargai apapun hasil karya seni yang tlah dibuat, karena pasti di dalamnya ada sebuah pesan yang ingin disampaikan.

Laporan 08 Oktober 2011

Jelang 19 dari titik nol

Berkesenian adalah suatu hal yang menyenangkan. Dapat menghargai nilai-nilai sebuah proses kreatif. Dimana lingkungan masyarakat dan sekitarnya hanya melihat hasil akhir, tidak mengenal (proses kreatif) serba instant seperti indomie, kopi susu instant, dan sebagainya. Kegelisahan dalam berkarya adalah tantangan. Belajar memahami sesuatu yang tidak umum, penuh gejolak, nilai menilai, yang semua itu harus dilewati dengan jiwa besar. Dalam setiap pergelaran pameran tunggal maupun bersama, mempunyai arti masing-masing. Pameran tunggal menjadi ajang pembuktian diri lewat karya cipta. Tidak selalu berkata kosong. Berani mengambil keputusan, tegas, disiplin, berwawasan luas, sangatlah diperlukan disini.
Tanpa terasa, sudah 18 tahun aku berkecimpung di dunia kesenian. Dalam pameran tunggal ini, mengapa aku beri nama jelang 19 dari titik nol adalah suatu penggambaran akan perjalananku yang hampir memasuki tahun ke 19. Dalam artian luas, aku melakukan berbandingan luar dalam, keseimbangan kanan kiri, kontemplasi, perenungan, untuk melihat sejauh mana aku melangkah dari titik awal ini.
Itulah beberapa penggalan yang disampaikan oleh Yaqub Elka dalam pameran tunggal yang diselenggarakan di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki pada tanggal 4-13 Oktober 2011. Dalam pameran tunggalnya ini, Yakub ingin menyampaikan apapun yang dirasakannya tentang kota, dunia politik, ekonomi, cinta, masyarakat sekitar dan semua hal lain dalam bentuk karya lukis serta ingin tetap menunjukkan eksistensi nya di dalam dunia kesenian. Pameran ini merupakan pameran tunggal yang ke 14, dan sedikitnya ada sekitar 70 karya yang dipamerkan disini. Pameran ini berlangsung sekitar 10 hari dan terbuka untuk umum.

Laporan 04 Oktober 2011 part 2

L4 Lupus
Ditengah perfilman Indonesia yang kini lebih cenderung ke horor seksualitas, Damien Dematra Production hadir di tengah-tengah perfilman dengan menyajikan satu suguhan baru yang cukup menggebrak. Dengan mengangkat tema Lupus, film yang juga di tulis dalam novel ini berhasil mendapatkan rekor dari MURI dan Royal World Records Inggris. Dalam pembuatan film semi dokumenter ini, Damien merangkap sebagai sutradara sekaligus produser, penulis naskah, penata musik, dan posisi lainnya. Kurang lebih ada 14 jabatan yang dikerjakannya sendiri.
Damien mengangkat tema ini sesaat ketika mendengar sambutan Menteri Kesehatan RI pada saat peringatan Hari Lupus Sedunia yang jatuh pada tanggal 7 Mei 2011 lalu di Taman Menteng. Dalam sambutannya tersebut, disebutkan 1.5 juta orang Indonesia yang terkena penyakit Lupus, namun hanya satu persen orang yang sadar bahwa dia terkena penyakit ini. Kurangnya kewaspadaan dan kesadaran akan bahaya Lupus menjadi inspirasi Damien dalam menggarap film kemanusiaan ini. Tujuannya agar masyarakat Indonesia lebih peduli dan waspada, khususnya perempuan agar lebih berhati-hati lagi. Penyakit Lupus bisa menyerang siapa saja tanpa disadari sehingga dijuluki sebagai penyakit seribu wajah. Penyakit ini lebih mudah diatasi apabila terdeteksi lebih dini, sehingga menjadi penting film ini dapat ditonton oleh masyarakat luas.
Film L4 Lupus ini atau Love For Lupus menceritakan tentang perjalanan hidup seorang gadis cantik bernama Atikah yang berprofesi sebagai Dokter. Atikah hidup berdua dengan Mutiara, adiknya yang cacat. Tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, dan tidak bisa berbicara namun hanya mampu merasakan hadirnya orang di sebelahnya. Karena alasan inilah Atikah menjadi seorang dokter, karena ia ingin mengobati adiknya yang sakit. Sampai pada suatu hari keadaan merubah segalanya. Mutiara atau yang akrab disapa oleh Dokter Atikah Mumut tiba-tiba harus berhadapan dengan penyakit Lupus. Mumut yang tidak mampu bertahan melawan penyakitnya ini, akhirnya meninggal dunia setelah mengalami kejang-kejang yang cukup parah. Dokter Atikah frustasi, tidak sanggup menerima kenyataan bahwa adik kesayangannya telah tiada. Sebagai pelampiasan untuk melupakan rasa kehilangannya yang mendalam, Dokter Atikah bekerja tak kenal waktu. Sampai suatu ketika kondisi fisiknya mulai melemah dan setelah di diagnosa positif mengidap penyakit Lupus.
Adalah Dokter Adam. Dokter pindahan dari Manado yang diam-diam mengaggumi Dokter Atikah. Dokter Adam sangat perhatian dan peduli sekali dengan keadaan Dokter Atikah. Rela berkorban dan selalu menyemangati Dokter Atikah agar kuat dan bertahan melawan penyakitnya. Dalam keadaan seperti ini, Dokter Atikah berusaha untuk menjauhkan diri dari Dokter Adam. Karena ia tak ingin cinta Dokter Adam yang terlalu dalam kepada dirinya akan kandas begitu penyakit Lupus tersebut perlahan menggerogoti sel-sel imunitas dan akhirnya merenggut nyawanya. Namun cinta Dokter Adam yang terlalu kuat kepada dirinya mampu melumpuhkan benteng kokoh yang telah dibangun. Dokter Adam tak henti memberikan semangat hidup hingga kondisi Dokter Atikah membaik. Dokter Adam pun akhirnya melamar Dokter Atikah, mereka pun akhirnya menikah dan dikaruniai seorang gadis kecil yang diberi nama Mumut.
Ganasnya penyakit Lupus yang ada di tubuh Dokter Atikah ternyata membuat ketahanan tubuhnya tak berlangsung lama. Nyawanya pun tak berhasil diselamatkan. Kepergian Dokter Atikah membuat suami dan anaknya merasa kehilangan yang teramat mendalam. Dan pada akhirnya mereka mampu mengikhlaskan kepergian Dokter Atikah.
Film semi dokumenter yang terinspirasi dari kisah-kisah nyata para penderita Lupus ini berdurasi kurang lebih dua jam ini dibintangi oleh artis-artis pendatang baru seperti Virda Anggraini sebagai Dokter Atikah, Natasha Dematra sebagai Mutiara, Lucky Moniaga sebagai Dokter Adam. Ada pula artis-artis yang sudah cukup dikenal ikut main dalam film ini, Ayu Azhari sebagai Dokter Cakra, Anna Tarigan sebagai suster Carmelia, Irul Luthan sebagai Prof. Agung. Didukung pula oleh Ketua Yayasan Lupus Indonesia serta anak laki-laki nya yang juga terkena Lupus dan para ODAPUS (sebutan untuk para penderita Lupus) ikut bermain dalam film ini. Pembuatan film ini menghabiskan waktu sekitar satu minggu dan total biaya dibawah satu Milyar. Lokasi diambil di daerah Jawa Barat dan Jakarta. 

Laporan 04 Oktober 2011

OPERA LAKI_LAKI SEJATI

Denting yang berbunyi dari balik piano seolah menggetarkan dinding-dinding di ruangan itu. Para penonton yang hadir dibuat kagum dengan suguhan musik yang mampu membuat bulu roma bangkit. Satu lagi karya emas yang dihasilkan oleh Ananda Sukarlan dalam mini konsernya yang bertajuk World Premiere Opera Laki-laki Sejati yang di adaptasi dari cerpen berjudulkan sama karya Bapak Cerpen Indonesia, Putu Wijaya. Dengan dihadiri puluhan penggemar Ananda Sukarlan, mini konser ini diselenggarakan pada hari Kamis, 29 September 2011 pukul 19.30 bertempat di Erasmuis Huis Kuningan Jakarta-Selatan.

Dalam mini konsernya kali ini, Ananda mencoba membuat sebuah opera komedi bertemakan Laki-laki Sejati dan dibantu oleh seorang soprano dan mezzo soprano. Sebelum opera ini dimulai, pada babak pertama Ananda memainkan beberapa karya piano virtuosiknya, dan juga mengiringi pemenang TPAS kategori Male Voice, Adi Nugroho dalam memperdanakan karya yang sangat revolusioner: retweeting @aanmansyur, sebuah karya untuk vokal dan piano berdasarkan puisi-puisi twitter dari penyair terkemuka dari Makassar tersebut. 

Dalam mini opera komedi ini, Ananda dibantu oleh kemampuan vokal dan akting yang luar biasa dari Evelyn Merrelita sebagai soprano dan Indah Pristanti sebagai mezzo soprano. Keduanya patut diacungi jempol karena kepiawaiannya di atas panggung, ketika opera berakhir tepuk tangan riuh pecah seketika oleh penonton. Mini opera komedi ini menyajikan sentuhan yang luar biasa, perpaduan antara dentingan piano dan lakon yang dipentaskan membuat opera ini tidak membosankan. Dikemas secara menarik dan sangat pantas jika pentas ini diberikan penghargaan lebih.