CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 23 Agustus 2011

LAPORAN 09 Agustus 2011


LAPORAN PENUGASAN
Rubrik            :           Ekbis
Masalah          :           Jual-Beli Merah Putih
Angle              :           Lika-liku bisnis bendera Merah Putih di kaki lima menjelang                                         Tujuh belas Agustusan
Narasumber   :           Achmad Sanusi (pedagang bendera merah putih)
Oleh                :           Winda Destiana
Diam-diam, bendera merah putih telah tampil sebagai komoditi atau mata dagangan yang menarik untuk diperjual-belikan, khususnya di tiap menjelang hari ke-17 bulan Agustus. Sudut-sudut kota macam Jakarta misalnya, mendadak akan diserbu oleh pedagang atau penjual Merah-Putih, baik yang mengasongkannya di kemacetan jalan Ibu Kota, maupun keliling gang-gang pemukiman penduduk dengan mendorong gerobag, bahkan ada yang mangkal atau buka tempat di pinggir-pinggir jalan.

Di tiap acara Agustusan, nyaris di setiap rumah orang Indonesia merasa perlu dan wajib mengibarkan bendera Merah Putih sebagai bentuk nasionalisme cinta tanah air dan untuk memeriahkan perayaan Hari Proklamasi. Menariknya, entah karena koleksi lama sudah mulai lapuk, kusam atau terselip, nyatanya ada saja orang yang tiap tahun mencari dan membeli bendera baru untuk dikibarkan. Sementara di gang-gang perkampungan, umum merayakan hari Proklamasi dengan ‘pameran’ hias rias Merah Putih. Baik dalam bentuk bendera kertas, umbul-umbul, pita hias, hingga pernak-pernik lainnya bernuansa Merah Putih.

Permintaan pasar yang amat besar ini, merangsang pedagang untuk menyiapkan segala keperluan tersebut. Bendera Merah Putih dibuat masal di pabrik-pabrik konveksi ataupun industri rumahan. Juga perlengkapan pendukungnya seperti tiang bambu atau tiang umbul-umbul. Semua menjadi ragam komoditi tujuh belas agustusan yang menarik untuk disimak.

Ditemui di kawasan Benhill Jakarta Pusat, Selasa 09 Agustus 2011, Achmad Sanusi atau yang lebih ingin disapa Uus, memaparkan segala suka duka dalam mengelola bisnis Merah Putih ini.

Sudah berapa lama Anda berbisnis seperti ini?
Sudah lama sekali, semenjak tahun 2000an. Sejak saya tamat SD, saya langsung ke Jakarta dan mulai dagang sama Kakak.

Lokasi Anda berdagang dari tahun 2000an sampai sekarang tetap disini?
Ya. Mangkal disini aja.

Dari jam berapa sampai jam berapa Anda berdagang? Dan sampai tanggal berapa Anda menjajakan barang dagangan Anda ini?
Dari jam 7 pagi sampai jam setengah 6 sore. Sampai tanggal 16 Agustusan.

Lalu, jika musim tujuh belasan ini sudah lewat, apa yang Anda lakukan?
Jualan bubur ayam. Pertama kali dagang sama Kakak ya dagang bubur ayam.

Dari segi penghasilan, lebih menguntungkan berdagang bubur ayam per harinya atau jualan musiman seperti ini?
Ya namanya orang berdagang, kadang lumayan, kadang kurang. Sama aja si mbak, mau jualan bubur ayam atau musiman kayak sekarang.

Dari tahun 2000an sampai saat ini, ada tidak tahun yang omsetnya lebih besar dibanding tahun-tahun lainnya?
Dari tahun 2000 sampai 2008 itu cukup lumayan. Sekarang-sekarang jadi sedikit sepi, bulan puasa sih, jadi yang datang berkurang.

Darimana bendera Merah Putih ini diperoleh? Buat sendiri?
Ada bos besar yang buat, lalu dikirim dari Cirebon ke Jakarta. Selalu seperti itu setiap tahunnya.

Berapa banyak yang dikirim?
Untuk umbul-umbul 2 kodi, bendera Merah Putih juga 2 kodi, kalau untuk bambu-bambuan sekitar 1000 bambu.

Anda memang berasal dari Cirebon? Datang ke Jakarta khusus berdagang seperti ini atau memang sudah menetap lama?
Iya saya asli Cirebon. Tapi ngontrak di Cempaka Putih. Jualan bubur ayam juga disana, Cuma jualan bendera ini saja yang di daerah sini.

Kenapa jualan bendera tidak di Cempaka Putih saja?
Wah disana juga sudah banyak temen-temen yang jualan Mbak. Saya lebih baik cari tempat lain, agak jauh tapi ya daripada bersaing dengan teman sendiri.

Lalu, bagaimana Anda membawa semua atribut-atribut ini untuk lokasi yang lumayan jauh dari tempat tinggal Anda di Cempaka Putih?
Pertamanya semua barang-barang ini dikirim dari Cirebon beserta gerobag-gerobagnya, saya naik angkot, trus saya titipin gerobag sama bambu nya di mesjid sebelah saya ini, di halamannya, trus bendera-bendera saya masukin karung, saya bawa pulang.

Variasinya apa saja? Dan biasanya apa yang paling banyak dicari pengunjung?
Ya ini, ada Bendera Merah Putih beda-beda ukuran, umbul-umbul, bendera besar biasanya untuk gedung-gedung, bambu, bendera merah putih kecil yang dari plastik ini, dan benangnya. Yang paling banyak dicari ya biasanya umbul-umbul.

Berapa harga dari masing-masing produk?
Kalo bendera Merah Putih ukuran semeter dua puluh itu 15 ribu, kalo yang ukuran sembilan puluh 12 ribu, kalo yang semeter lima puluh 20 ribu, kalau untuk bendera yang dipajang di gedung itu harganya paling mahal, bisa 200 ribu, ukuran 10 meter. Untuk bambu harganya 10 ribu, umbul-umbul yang ukuran dua meter setengah 25 ribu, kalo yang 3 meter 30 ribu. Bendera kecil-kecil ini harganya 12 ribu isinya 100, benangnya 3 ribuan.

Bila ada barang yang rusak maupun tidak laku selepas tujuh belas agustusan, barang tersebut dikemanakan? Disimpankah?
Dikembalikan ke bos besarnya di Cirebon, dia yang membetulkan jika ada yang rusak, trus disimpan untuk dijual lagi taun depannya.

Kenapa lebih memilih untuk dagang tetap di pinggir jalan seperti ini dibanding berkeliling dari satu komplek ke komplek lain dengan gerobag?
Kalau keliling capek Mbak. Memang sih pendapatannya lumayan kalo keliling daripada menetap disini. Cuma saya lebih suka nunggu dan jaga dagangan di pinggir jalan kayak sekarang.

Apa suka duka selama menjalankan usaha ini? Pernah kena penertiban oleh Trantib?
Ya cuaca panas, namanya juga dagang emperan gini, gak ada aling-alingan penutup, apalagi sekarang bulan puasa, kerasa panasnya, hehehe. Alhamdulillah selama dagang disini ga pernah kena trantib sama sekali. Kalau tempat lain gak tau. Kalo suka nya kalo penghasilannya lagi lumayan, lagi rame, seneng jadinya. Kadang kalo rame dapet borongan bisa satu juta, tapi kalo sepi ya cuma 50 ribu.

0 komentar:

Posting Komentar