CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 23 Agustus 2011

LAPORAN 08 Juli 2011 part 2


Hakim dan Mafia Hukum

“Berharap untuk menegakkan hukum atau berharap untuk mencari keadilan di negeri ini sekarang itu sama juga dengan berharap menegakkan benang basah.”

Senin kemarin, 04 Juli 2011, Hakim Imas Dianasari diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bersama dengan Manajer Administrasi PT Onamba Indonesia, Bandung, Odi Juanda, ia dituduh terlibat kasus penyuapan. Mereka tertangkap tangan di restoran La Ponyo, kawasan Cibiru, Bandung, Kamis malam lalu bersama dengan barang bukti uang senilai 200 juta rupiah. KPK menduga kuat uang itu akan diberikan Odi agar Imas dapat melobi Mahkamah Agung demi memenangkan perkara PT Onamba, yang tengah bersengketa dengan buruhnya, di tingkat kasasi. Serikat pekerja menggugat perusahaan itu karena berkeberatan langkah pemutusan hubungan kerja secara sepihak oleh manajemen atas tindakan buruh yang menggelar mogok kerja.
Bagaimanakah menurut Ir. Ahmad Rofiq selaku Wakil Sekjen Perekonomian dan Sumber Daya Nasional Nasdem menanggapi permasalahan ini? Berikut petikan wawancara dengan beliau, Jum’at 08 Juli 2011 di kantor Nasional Demokrat yang terletak di Gondangdia, Jakarta-Pusat.

Apa komentar Anda akan kasus yang menimpa hakim Imas ini?
Proses suap menyuap itu, memang kalau di ranah hukum bukanlah hal baru lagi. Jadi rasa-rasanya hampir semua aspek melakukan hal yang sama. Bagaimana menjual kasus, bagaimana membeli kasus, bagaimana orang yang bersalah bisa tidur enak, dengan praktek-praktek yang manipulatif. Nah, sebenarnya penting untuk kita garis bawahi itu adalah moralitas para penegak hukum itu sesungguhnya telah mengalami keruntuhan yang luar biasa. Jadi dia tidak lagi bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, tetapi dia hanya bisa membedakan siapa yang membayar dan siapa yang tidak membayar. Itu problem hukum kita dan itu tidak hanya terjadi di kehakiman, di kejaksaan, tetapi hampir semua proses, semua aspek yang bersifat hukum termasuk di kepolisian juga mengalami hal yang serupa. Siapa yang punya kasus, dia harus menyediakan uang lebih besar untuk bisa menyelamatkan dari jeratan hukum. Jadi kalau kita bicara hukum hari ini kita tidak akan pernah bisa menemukan dan kita tidak bisa berharap supremasi hukum itu bisa terwujud. Karena satu sisi memang kepemimpinan negara ini tidak ada. Negara tidak hadir dalam perspektif itu, padahal negara memainkan persoalan-persoalan hukum yang bagi mereka itu hukum menjadi alat politik. Siapa yang tidak disukai maka dia akan dicari-cari persoalan. Siapa yang disukai dia akan dilindungi dari persoalan yang dilakukannya. Berbagai macam praktek-praktek korupsi itu penanganannya tebang pilih. Jadi siapa yang dianggap dalam tanda petik mengganggu kepentingan negara maka orang yang mempunyai kepentingan menganggu itu ya akan terus menerus dicari-cari persoalannya. Sementara, kalau ada yang berkaitan dengan program-program pencitraan pemerintah maka dia akan mencari orang-orang yang bisa diganggu. Jadi komitmen untuk menegakkan hukum secara murni itu tidak ada. Karena semua sudah di design. Jadi siapa yang melawan, dia akan terjungkal dalam persoalan yang ada. Nah itulah realitas hukum yang ada di Indonesia saat ini. Berharap untuk menegakkan hukum atau berharap untuk mencari keadilan di negeri ini sekarang itu sama juga dengan berharap menegakkan benang basah. Menurut pendapat saya seperti itu.

Menurut Anda, kasus-kasus mafia hukum mana lagi yang melibatkan para hakim khususnya?
Saya kira banyak aspek ya, kasus yang terakhir Agusrin, Gubernur Bengkulu yang mengalami kasus korupsi yang merugikan uang negara. Hakim menuntut 4 tahun, tetapi diputuskan di kemudian hari itu bisa bebas murni. Ini kan sesuatu yang diluar akal sehat kita. Ini kalau tidak ada permainan atau perselingkuhan hukum saya yakin dia akan terjerat. Agusrin ada tali menali dengan kekuasaan, bahwa dia sebagai gubernur, dia sebagai politisi demokrat, jadi pasti partai yang bersangkutan akan menjaga citra agar partai tersebut dianggap bersih oleh masyarakat. Orang-orang yang ada di dalamnya bersih. Tidak ada masalah, sehingga itu bisa mempengaruhi proses politik selanjutnya. Tetapi lagi-lagi memang hukum bisa dibeli, siapa yang mempunyai kekuatan kapital yang sangat besar, dia akan bisa melenggang kapan saja. Dan dunia yang seperti ini bagi masyarakat umum memang tidak lagi awam, sudah mengetahui bahwa ada praktek-praktek hukum yang sengaja dibiarkan oleh pimpinan-pimpinan terpilih di negeri ini. Jadi hukum menjadi transaksional, tidak lagi berpijak kepada mereka yang memerlukan keadilan. Keadilan di negeri ini terasa sunyi, kita tidak lagi bisa mendengar mana keadilan, mana kebathilan.

Bagaimana cara mengakhiri praktik Mafia Hukum ini menurut Anda?
Saya kira, bisa saja diakhiri tetapi dengan satu syarat harus bertumpu pada kepemimpinan yang kokoh atau strong leadership. Strong leadership itu menjadi alasan utama, karena pemimpin harus mempunyai kemampuan, kemauan untuk menjaga atau menegakkan sebuah keadilan. Hukum tidak berpihak kepada konglomerasi. Yang kedua pemimpin itu harus bersih, dia tidak punya konflik terhadap dirinya sendiri, dia tidak punya kepentingan-kepentingan individu yang mempengaruhi dia pada kebijakan-kebijakan yang berlaku. Jadi dia harus terbebaskan dari segala persoalan-persoalan tersebut. Dia menjadi dirinya sendiri dan menjadi bagian dari bangsa ini. Nah kita tidak menemukan itu, kita melihat semua pemimpin di negeri ini saling menyandera hukum. Apalagi antar elite sekarang ini saling memegang kartu masing-masing. Jadi kalau pemimpinnya saja sudah begitu gak bisa lagi kita berharap ada satu keputusan yang positif.

Kalau memang telah ada pemimpin yang seperti Anda jelaskan tadi, bagaimana dengan para bawahan yang masih tidak bisa diatur?
Ya menurut saya ada istilah ikan itu busuk pasti dari kepalanya terlebih dahulu, ya pasti dibawahnya juga akan busuk. Realitas hari ini juga demikian. Ikan yang sudah busuk atasnya pasti bawahnya juga ikut membusuk. Dia mau menjadi orang yang menegakkan hukum sendirian di tengah-tengah rimba belantara hukum yang penuh dengan likaliku, dan dia harus ikut dengan arus itu. Bayangkan saja kalau ada satu hakim yang baik ditengah-tengah seribu hakim yang tidak baik pasti dia akan tenggelam. Ikut selamat, tidak dia terlempar. Nah kalau pimpinannya itu bersih, otomatis bawahnya pun bersih. Karena pemimpin itu mempunyai tindakan yang maksimal ketika melihat bawahannya mempunyai masalah. Nah kalau realitas hukum yang saat ini kan seolah-olah hukum tidak lagi ditegakkan. Tidak tahu siapa yang menegakkan hukum saat ini. Hukum bisa dibeli kok! Hukum bersifat transaksional! Jadi ada hal yang menurut saya sangat memperihatinkan disini!                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      

0 komentar:

Posting Komentar