CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 23 Agustus 2011

Laporan 22 Agustus 2011


LAPORAN PENUGASAN
Rubrik            :           Simpul Utama
Masalah          :           E-KTP Solusi Semua Masalah?
Angle              :           Bagaimana Pemerintah merealisasikan E-KTP
Narasumber   :           Ibrahim, SE
Oleh                :           Winda Destiana
Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau E-KTP menjadi program nasional Kementerian Dalam Negeri. Pada tahun 2010 program ini dicanangkan dan akhir 2012 diharapkan E-KTP dapat mulai berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Namun, hingga menjelang paruh tahun 2011, target tersebut tampaknya sulit direalisasikan.
Target Kementerian Dalam Negeri adalah pada akhir tahun 2011 nanti pelaksanaan KTP elektronik akan selesai di 197 kabupaten dan kota. Dari total 526 kabupaten dan kota di Indonesia, E-KTP akan diterapkan di 329 kabupaten dan kota pada tahun depan. Upaya pemberantasan teroris, pelacakan TKI illegal, hingga kasus-kasus penjualan manusia akan lebih mudah tertangani pihak berwajib. Kepastian data juga memudahkan program nasional lainnya. Kalangan keluarga kurang mampu, misalnya, akan memperoleh kepastian untuk mendapatkan kartu keluarga miskin yang bermanfaat untuk memperoleh layanan kesehatan gratis.

Bagaimana Pemerintah merealisasikan E-KTP ini? Berikut petikan wawancara dengan Ibrahim SE, selaku Lurah dari Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Jakarta-Timur, Senin 22 Agustus 2011. Tak banyak yang dapat dikatakan, hanya beberapa pertanyaan yang mau dijawab oleh beliau.

Apa kendala dalam penerapan E-KTP?
Saya belum bisa mengatakan apa kendala dari sistem ini, karena sistem ini belum diterapkan disini. Peralatan pun baru tiba beberapa hari yang lalu. Masih dalam proses persiapan. Saya tidak ingin berkata apa-apa karena takut nanti tidak sesuai dengan kenyataannya.

Apakah dipungut biaya dalam pembuatan E-KTP ini?
Ooh, tidak!

Seberapa efektif E-KTP jika sudah diterapkan? Serta berapa lama masa berlaku E-KTP bagi seorang penduduk untuk dapat diperpanjang kembali?
Ya yang saya katakana di awal, saya belum bisa menjabarkannya, karena disini kami masih dalam persiapan. Undangan untuk warga pun baru saja sampai disini minggu kemarin, setelah ada instruksi selanjutnya, baru lah kami membagikan undangan untuk warga.

Undangan apa yang dimaksud?
Undangan warga untuk hadir dan membuat E-KTP. Sistemnya yang saya tau, warga diundang untuk datang ke kelurahan dengan data-data yang ada di kependudukan. Jika memang ada warga yang tidak mendapat undangan, berarti yang bersangkutan masih harus menggunakan sistem perpanjangan KTP dengan cara reguler.

Benarkah identitas ganda tidak akan dimiliki oleh penduduk jika E-KTP diberlakukan? Bagaimana caranya?
Ini menurut saya ya, E-KTP diharapkan mampu meminimalisir pembuatan-pembuatan KTP lebih dari satu pada satu warga negara. Tetapi ya tergantung sama yang bersangkutan juga. Apakah mereka jujur dalam memberikan data-data, dan berkas-berkas yang diberikan ke kelurahan. Bisa saja dia berbohong. Ya tapi, kami disini juga telah mempersiapkan persyaratan-persyaratan sebelum membuat E-KTP ini. Salah satunya dengan menyertakan dokumen-dokumen kependudukan. Memang, sistem ini dilengkapi dengan sidik jari dan pemeriksaan retina si warga tersebut, diharapkan mampu mencegah kecurangan-kecurangan yang sering terjadi. Harapan saya ya, sistem ini jauh lebih efisien dari sistem reguler yang masih berlaku sampai sekarang dalam pembuatan KTP.

LAPORAN 19 Agustus 2011 part 2


LAPORAN PENUGASAN
Rubrik            :           Simpul Utama
Masalah          :          E-KTP Solusi Semua Masalah?
Angle              :           Bagaimana Pemerintah merealisasikan E-KTP
Narasumber   :           Martin Manurung
Oleh                :           Winda Destiana
Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau E-KTP menjadi program nasional Kementerian Dalam Negeri. Pada tahun 2010 program ini dicanangkan dan akhir 2012 diharapkan E-KTP dapat mulai berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Namun, hingga menjelang paruh tahun 2011, target tersebut tampaknya sulit direalisasikan.
Target Kementerian Dalam Negeri adalah pada akhir tahun 2011 nanti pelaksanaan KTP elektronik akan selesai di 197 kabupaten dan kota. Dari total 526 kabupaten dan kota di Indonesia, E-KTP akan diterapkan di 329 kabupaten dan kota pada tahun depan. Upaya pemberantasan teroris, pelacakan TKI illegal, hingga kasus-kasus penjualan manusia akan lebih mudah tertangani pihak berwajib. Kepastian data juga memudahkan program nasional lainnya. Kalangan keluarga kurang mampu, misalnya, akan memperoleh kepastian untuk mendapatkan kartu keluarga miskin yang bermanfaat untuk memperoleh layanan kesehatan gratis.

Bagaimana Pemerintah merealisasikan E-KTP ini? Berikut pendapat yang dikemukakan oleh Martin Manurung, Ketua Umum dari Garda Pemuda Nasdem. Ditemui di Monolog CafĂ©, Plaza Senayan, Jum’at 19 Agustus 2011. Berikut petikan wawancaranya:

Apakah E-KTP ini penting diterapkan di Indonesia?
Ya harus, malah sudah terlambat!

Apa kelebihannya dibanding dengan sistem pembuatan KTP yang sudah berjalan?
Jadi gini, sebenarnya itu kan dalam satu kesatuan ya. Satu kesatuan sistem administrasi kependudukan yang dibilang adminduk itu loh. Kalau hanya KTP nya saja yang dibuat elektronik itu mah anak kecil juga bisa. Siapapun juga bisa. E-KTP dalam sistem adminduk itu bisa disebut juga single identity number. Nomor induk kependudukan yang berlaku Cuma satu. Jadi tiap warga negara itu punya satu nomor kependudukan yang berlaku untuk semua hal. Warga Negara Indonesia itu dari mulai lahir sampai mati punya 17 nomor, itu paling sedikit. Mulai dari akta kelahiran, KTP, SIM, akta kawin, saya lupa urutan-urutannya apa, lalu sampai akta kematian. Ini membuktikan sistem yang sangat tidak efisien. Satu manusia dengan nomor yang sebegitu banyaknya sebagai warga negara. Ribet! Kedua, sistem yang seperti ini sangat rapuh. Kenapa? Karena tidak ada keserasian antar instansi. Jadi KTP saja tidak ada sistem database nasionalnya. Makanya itu, orang bisa punya lebih dari satu KTP. Ini juga bisa menyalahgunakan paspor. Saya rasa, para buronan-buronan negara sebenarnya mungkin bukan paspor palsu, tetapi asli, yang dibuat dengan KTP palsu. Ini baru soal keimigrasian, belum soal penggelapan pajak. Belum lagi soal politik pemilu. Nah semua permasalahan ini kalau tidak segera dibuat identitas tunggal ya muter-muter aja kita nanti. Setiap Pemilu, ya masalah lagi di DPR, masalah di DPT, dibilang curang dsb. Karna kita semua tidak pernah tau, benar atau tidak jumlah pemilih. Jumlah total penduduk Indonesia pun kita tidak pernah tau. Karena kita tidak pernah bereskan administrasi kependudukan. Nah makanya, E-KTP itu menurut saya sudah terlambat. Harus segera dilaksanakan. Amanat undang-undang itu!
Selain itu, bukan hanya sistem kependudukan yang menjadi jelas. Banyak keuntungan yang bisa didapat. Orang tidak lagi bisa nilep-nilep pajak, hanya punya satu nomor setiap orang dan itu geometrik. Jadi, kalau sudah dapat nomor induk kependudukan, maka sidik jari ada disana. Selain untuk menyelamatkan keuangan negara, pajak dan sebagainya, tertib hukum, juga menghemat anggaran pemilu. Asal jangan sampai sistem ini dimain-mainkan, dijadikan proyek oleh orang-orang yang tidak setuju dengan sistem ini.

Siapa negara luar yang sudah menerapkan sistem ini?
Banyak ya, selain Jerman, ada Singapur, ada Amerika, walau tidak sepenuhnya single identity, juga China.

Apakah dipungut biaya dalam pembuatan E-KTP ini?
Tidak boleh dong! Itu kewajiban negara mendata kita kok. Kebutuhan negara, bukan kebutuhan warga negara untuk punya itu. Hak warga negara. Ada satu hal lagi, satu lagi yang bisa kita terapkan dengan sangat gampang kalau kita punya single identity number, yaitu Jaminan Sosial. Sekarang ini kenapa jaminan sosial rumit, seakan-akan tersendat-sendat terus, karna apa? Karna tidak ada yang bisa perkirakan berapa dana yang akan dikeluarkan negara untuk jaminan sosial ini.

Seberapa efektif E-KTP jika sudah diterapkan? Serta berapa lama masa berlaku E-KTP bagi seorang penduduk untuk dapat diperpanjang kembali?
Nah makanya gini, kita tidak hanya melihat mengubah KTP dari manual ke elektronik. Seharusnya Jakarta itu sudah E-KTP dong! Kalau sistem ini sudah berlaku, menurut saya lebih mudah untuk perpanjang segala macam. Itu sih soal teknisnya saja. Perpanjangan juga mungkin untuk checking saja. Artinya apakah penduduk tersebut masih bermukim di Jakarta atau tidak. Kalau ini juga dijadikan sistem kependudukan nasional, yah al-hal yang sangat merepotkan sudah tidak perlu lagi. Identitas ganda sudah tidak mungkin lagi.

Apakah penunjukan Jakarta sebagai kota kedua yang menerapkan E-KTP terkait dengan pemilukada 2012 mendatang?
Oh pastinya dong terkait. Jangankan Pemilukada, Pemilu Nasional pun penting. Sampai sekarang kekacauan di DPT 2009 kan tidak bisa diketahui. Nah kalau kita mau bener, pemilu ke depan tidak lagi rebut, tidak lagi dituduh curang, ya ini harus segera diberesin. Mumpung masih 2011 kan.

Kurangnya SDM yang berkompeten disinyalir menjadi kendala dalam pengiriman atau pengoperasian sistim ini, apakah benar?
Bukan! Bukan karna SDM!di Indonesia ini SDM nya pinter-pinter, yakin saya! Tidak soal itu. Sebenarnya penerapan sistim single identity number  itu tidak terlalu susah. Tidak perlu orang jenius kok. Persoalannya adalah, orang-orang yang merasa kepentingannya diganggu, orang-orang yang ingin bermain dengan uang negara, nah mereka lah yang tidak menginginkan sistim ini berjalan. Merekalah yang menghambat pengoperasian sistim ini.

Selain kelebihan, adakah Anda melihat kekurangan dari sistim ini?
Apapun kelemahannya, pasti lebih menguntungkan dari sistem sebelumnya. Saya sih belum lihat ada kelemahan, tetapi jika memang ada, pasti masih lebih bagus dari yang sekarang berlaku. Kelemahannya mungkin untuk para koruptor. Satu lagi ya, negara kita ini lucu. Aparatur negaranya ada dimana-mana tapi sosialisasinya susah. Persoalan ini jangan hanya di teknis, tetapi mau atau tidaknya. Kalau mau kan beres, jangan setengah-setengah. Kita lihat sekarang banyak iklan di televisi, radio, billboard di sepanjang jalan ibu kota, pejabat pada nampang, mau KTT Asean juga segala nampang. Nah berapa biaya yang dikeluarkan untuk iklan tersebut? Lebih baik uangnya dikumpulkan untuk sosialisasi.

LAPORAN 19 Agustus 2011


LAPORAN PENUGASAN
Rubrik            :           Simpul Utama
Masalah          :           E-KTP Solusi Semua Masalah?
Angle              :           Bagaimana Pemerintah merealisasikan E-KTP
Narasumber   :           Azas Tigor Nainggolan
Oleh                :           Winda Destiana
Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau E-KTP menjadi program nasional Kementerian Dalam Negeri. Pada tahun 2010 program ini dicanangkan dan akhir 2012 diharapkan E-KTP dapat mulai berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Namun, hingga menjelang paruh tahun 2011, target tersebut tampaknya sulit direalisasikan.
Target Kementerian Dalam Negeri adalah pada akhir tahun 2011 nanti pelaksanaan KTP elektronik akan selesai di 197 kabupaten dan kota. Dari total 526 kabupaten dan kota di Indonesia, E-KTP akan diterapkan di 329 kabupaten dan kota pada tahun depan. Upaya pemberantasan teroris, pelacakan TKI illegal, hingga kasus-kasus penjualan manusia akan lebih mudah tertangani pihak berwajib. Kepastian data juga memudahkan program nasional lainnya. Kalangan keluarga kurang mampu, misalnya, akan memperoleh kepastian untuk mendapatkan kartu keluarga miskin yang bermanfaat untuk memperoleh layanan kesehatan gratis.

Bagaimana Pemerintah merealisasikan E-KTP ini? Ditemui di kantor FAKTA (Forum Warga Kota Jakarta) Jum’at 19 Agustus 2011, Azas Tigor Nainggolan selaku ketua dari FAKTA memaparkan pendapatnya mengenai permasalahan ini. Berikut petikan wawancaranya:

Apa kendala dari sistim E-KTP ini menurut Anda?
Pertama begini, saya belum tau seperti apa E-KTP ini. Karna kebetulan saya baru saja merubah KTP saya ke sistem yang baru-baru ini sedang berjalan, sebelum E-KTP ini diwacanakan. Nah saya bingung kalau sekarang harus diubah lagi menjadi E-KTP. Jadi ini juga tidak jelas ya! Soal sosialisasi pun tidak ada. Nah tiba-tiba muncul begitu saja sistem ini tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat. Kemudian, apakah E-KTP ini juga akan sama pemberlakuannya dengan KTP-KTP sebelumnya? Kenapa saya bertanya seperti ini, karena dengan bentuk KTP yang sebelumnya saja banyak warga miskin yang tidak dapat KTP. Padahal nyatanya jelas mereka warga Jakarta. Persoalannya ada di sistem administrasi kependudukan kita yang tidak beres. Kalau E-KTP datanya berdasarkan data administrasi yang sekarang, jelas tidak akan ada perubahan. Artinya, kependudukan itu hak warga. Jadi pembentukan KTP seperti apapun itu adalah bentuk bagaimana memenuhi hak kependudukan warga. Cuma yang terjadi sekarang adalah seolah-olah merupakan suatu kewajiban untuk mempunyai KTP. Ini ada logika yang dibalik dalam kebijakan KTP ini. Harusnya Pemerintah itu berkewajiban untuk memberikan KTP, bukan masyarakat berkewajiban mempunyai KTP. Kenapa? Karena kalau mau membuat KTP sekarang ini susah sekali. Seolah-olah masyarakat yang harus punya. Operasi KTP, seharusnya dalam operasi KTP itu menjaring orang-orang yang tidak mempunyai KTP dan kemudian dibuatkan, bukan malah ditempatkan di Panti Sosial. Itu yang saya lihat. Ada logika yang dirusak disini. Jadi menurut saya, saya belum tau E-KTP ini seperti apa, apa Cuma ganti bentuk atau gimana saya belum tau. Kalau hanya ganti bentuk tanpa perubahan, ya itu proyek. Tetapi kalau dalam uapaya membangun kewajiban Pemerintah memberikan hak kepada warga, itu bagus. Tetapi kalau tidak ada perubahan, itu bisa gagal. Sebelumnya dulu waktu jamannya Gusdur, mau dibuat single identity number sehingga semua itu dibangun sebagai upaya pemenuhan hak. Jadi setiap warga yang lahir secara otomatis mempunyai single identity number  ini.  Kalau E-KTP ini nantinya sama aja, itu bukan kemajuan, tapi kemunduran. Buat saya ini cuma proyeknya Mendagri.

Benarkah identitas ganda tidak akan dimiliki oleh penduduk jika E-KTP diberlakukan?
Itu kan baru katanya, katanya sistim ini meminimalisir adanya warga yang mempunyai KTP ganda. Tetapi mengapa tidak disosialisasikan agar warga paham dengan maksud sistim ini. Dibeberkan, dipaparkan kepada masyarakat luas secara jelas dan gamblang. Keunggulan-keunggulannya. Bukan Cuma hanya untuk kepentingan pribadi semata. Saya juga belum tau apakah ada jaminan? Kalau dengan E-KTP tidak lagi ada warga yang berKTP ganda.. seperti apa konsepnya saya juga tidak tau. Ini tiba-tiba dikasih mesin, segala peralatan, apa itu? Gak usah E-KTP, yang sistem kemaren aja kelurahan masih gagap. Jadi begini, belum lama ini kan saya ganti KTP, yang seperti ini saja masih salah sampai dua kali. Berapa duit yang kebuang-buang karena salah ini kan? Dengan adanya E-KTP nanti, berarti sistem kemarin gak kepake dong? Bayangkan, berapa uang negara yang dibuang-buang?! Apakah dapat menjamin warga miskin Jakarta bisa mendapatkan E-KTP ini? Apakah E-KTP ini akan menjamin pula hak warga untuk mendapatkan hak kependudukan. Kita disini juga buat program yang namanya akta untuk orang miskin. Ini pun susah sekali. Nah begitu kita terobos, kita kerjasama dengan Gubernur, semua berjalan dengan baik. Kembali lagi ke E-KTP, kalau memang untuk menolong rakyat ya saya setuju!

Apakah penunjukan Jakarta sebagai kota kedua yang menerapkan E-KTP terkait dengan pemilukada 2012 mendatang?
Saya gak jamin. Karna saya belum tau tentang E-KTP ini. Menurut saya, beresin terlebih dulu lah administrasi kependudukannya. Sehingga identity number ini bisa berjalan. Informasinya ga jelas sampai sekarang. Saya bingung, kenapa setiap kali membicarakan identitas tunggal ini, kenapa mereka tidak mengadopsi sistem seperti perbankan. Mau dimanapun kita berada, bisa akses apapun. Online system. Buat saya ya, KTP itu sebetulnya tidak perlu diperpanjang. KTP itu seumur hidup ya. Menurut saya sekarang yang perlu kita dorong adalah, sistem kependudukan itu harus bisa mengadopsi kepentingan warga. Mau berbentuk E-KTP lah, karton lah, atau apapun nama dan bentuknya yang penting dibuat bentuk yang bisa menghidupkan kepentingan rakyat. 

LAPORAN 17 Agustus 2011


LAPORAN PENUGASAN
Rubrik            :           Simpul Utama
Masalah          :           Penulis Perempuan
Angle              :           Bagaimana sebenarnya kinerja penulis perempuan itu?
Narasumber   :           Sylvia L’ Namira
Oleh                :           Winda Destiana
Penulis perempuan tiba-tiba menjadi “sesuatu” manakala nama Ayu Utami muncul ke pentas sastra Indonesia. Kehadirannya itu memicu (kembali) sebuah istilah: “penulis atau sastrawan perempuan”. Sebab, setelah Ayu, kemudian muncul sejumlah nama perempuan lainnya di arena kesusastraan Indonesia. Mulai dari Ayu Nadia, Dewi Lestari, Jenar Ayu, dan sejumlah nama perempuan lainnya.

Namanya mungkin baru beredar pada era 2000an, namun karya yang dihasilkan cukup mampu membuat namanya dikenal sebagai salah satu penulis perempuan tangguh dengan karya nya yang bertajuk La Tahzan for Single Mothers. Berhalangan untuk ditemui, Syl panggilan akrab dari Sylvia membagi kisahnya melalui surat elektronik, Rabu 17 Agustus 2011.

Apa sebetulnya yang mendorong Anda menulis fiksi?
Awalnya yang mendorong saya adalah kesukaan saya pada fiksi itu sendiri. Saya sangat suka membaca cerpen, novel, atau cerita-cerita bersambung di koran atau majalah, dan mungkin juga dengan lingkungan kerja saya yang dikelilingi buku-buku (saya seorang pustakawan) ikut mendorong saya untuk menulis.

 Apa hambatannya?
Hambatannya mungkin hampir sama dengan penulis-penulis yang lain ya. Yaitu bila ide sedang mentok, karakter tidak berkembang, jalan cerita terlalu klise, dan lain sebagainya. Tapi itu semua bisa kok diatasi dengan brain storming, diskusi, dan banyak membaca.

Bagaimana pertama kali Anda memulai karier Anda sebagai penulis ini?
Awalnya saya menuliskan cerpen saya di sebuah blog, lalu sebuah penerbit ternyata membacanya, dan menawarkan saya untuk mengembangkan cerpen itu menjadi sebuah novel, karena penerbit tersebut melihat potensi cerita yang mungkin unik dan menarik untuk digali lebih lanjut. Selanjutnya, saya ketagihan deh, jadi ingin menulis lagi dan lagi.

Bagaimana suka dukanya?
Sukanya banyak yaa... saat dikabari bahwa naskah saya sedang diedit saja saya sudah gembira sekali, apalagi saat dikabari bahwa naskah sedang dicetak, lalu diterbitkan, waaahhh bukan alang kepalang gembiranya. Dukanya hampir tidak ada, karena saya benar-benar bersemangat saat itu. Bayangkan, menulis novel saya sendiri! Kapan saya sempat berduka, ya kan?

Apa novel pertama Anda dan yang paling berkesan? Bisa diceritakan secara mendetail sampai proses penerbitannya?
Novel pertama saya berjudul Mi Familia, yang diterbitkan oleh Lingkar Pena Publishing House. Yang paling berkesan justru bukan novel, tapi karya nonfiksi saya yang terbit setelahnya. Buku itu berjudul La Tahzan for Single Mothers. Berkesan karena isinya tentang sharing pengalaman hidup sebagai seorang single mother. Di dalam buku tersebut juga berisi sharing teman-teman yang mengalami hal yang sama, yaitu hidup sebagai orang tua tunggal.

Apa pendapat Anda tentang sastra Indonesia? Tentang karya fiksi Indonesia?
Karya sastra Indonesia kini makin berkembang, dan banyak penulis-penulis muda yang menghasilkan karya yang bagus dan bermutu, begitu pun dengan karya fiksinya. Ide-ide kreatif banyak dihasilkan oleh penulis sekarang, yang menyentuh budaya lokal dan memperkenalkan kekayaan alam negeri kita Indonesia. Sangat bagus! Dan saya rasa sastra dan fiksi Indonesia akan makin berkembang di masa depan. Bahkan tidak mustahil, karya sastra Indonesia dikenal dengan baik bahkan dijadikan perbandingan studi di luar negeri. Bisa jadi kan?

Ada yang bilang, perempuan lebih dekat dengan sastra ketimbang laki-laki, bagaimana menurut Anda sendiri?
Menurut saya itu tidak benar ya. Perempuan atau laki-laki sama dekatnya dalam hal sastra. Ini kan masalah selera saja. Karena bagi saya, sastra tidak mengenal gender.

Siapa pengarang yang berpengaruh pada dunia kepenulisan Anda? Mengapa?
Saya menyukai penulis-penulis chiclit, baik dalam maupun luar negeri, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu karena banyak karya yang saya sudah baca dan saya suka. Saya menyukai chiclit karena memang saya penggemar kisah-kisah ringan dan manis seperti itu.

Pendapat Anda tentang sastra perempuan atau perempuan bersastra?
Perempuan bersastra bagi saya luar biasa. Karya-karya sastra perempuan sekarang sudah bisa disandingkan dengan karya sastra mana pun.

Bagaimana tentang pembaca Indonesia?
Pembaca Indonesia sudah bagus, namun sayangnya masih terbatas pada pembaca-pembaca di kota saja. Saya sangat menyayangkan pembaca di daerah terpencil yang belum tersentuh pendidikan. Jangankan menikmati menjadi pembaca, pendidikan yang layakpun belum bisa mereka rasakan. Padahal sebenarnya jika ada perpustakaan keliling yang koleksi bukunya menarik untuk masing-masing level minat baca (misal, buku bergambar untuk anak TK dan SD, novel ringan untuk anak SMP dan SMA) pasti semua akan suka membaca.

Apakah aktivitas bersastra bisa diandalkan untuk hidup?
Bisa saja, jika memang karya sastranya sudah dikenal banyak orang, bahkan ditunggu-tunggu terbitnya, kenapa tidak?

LAPORAN 14 Agustus 2011


LAPORAN PENUGASAN
Rubrik            :           Simpul Utama
Masalah          :           Penulis Perempuan
Angle              :           Bagaimana sebenarnya kinerja penulis perempuan itu?
Narasumber   :           Titie Said
Oleh                :           Winda Destiana
Penulis perempuan tiba-tiba menjadi “sesuatu” manakala nama Ayu Utami muncul ke pentas sastra Indonesia. Kehadirannya itu memicu (kembali) sebuah istilah: “penulis atau sastrawan perempuan”. Sebab, setelah Ayu, kemudian muncul sejumlah nama perempuan lainnya di arena kesusastraan Indonesia. Mulai dari Ayu Nadia, Dewi Lestari, Jenar Ayu, dan sejumlah nama perempuan lainnya.

Ditemui di kediamannya, yang berlokasi di Pejaten Raya no 28 Jakarta-Selatan, Titie Said, penulis perempuan senior era 50an membagi kisah hidupnya selama menjadi penulis perempuan hingga namanya dikenal saat ini. Suasana halaman yang penuh dengan bunga sepatu, menjadikan rumah Titie Said semakin sejuk dan asri. Berikut petikan wawncara dengan beliau, Minggu 14 Agustus 2011.

Dari tahun berapa Ibu mulai mencintai dunia tulis menulis ini?
Kalau aku menulis itu sudah dari tahun 50an, waktu masih di SMP. Tapi nulisnya ada sajak, dulu kan lebih dikenal dengan syair, atau puisi lah. Puisi-puisi remaja kemudian aku kirim di Koran Surabaya. Aku sudah lupa apa nama korannya tetapi koran itu merupakan satu-satunya koran yang ada di Surabaya. Kemudian, ada satu peristiwa yang membelokkan aku ketika itu. Aku itu dulu mewakili fakultas sastra dari UI, kalau bertanding ada dua orang yang selalu mengalahkan aku. Rondang Herlinang Marpaung, dia sangat bagus membacanya, sejak itu aku merasa dia memang lebih bagus. Yang satunya lagi adalah W.S Rendra. Setiap kali ketemu, aku selalu kalah oleh W. S Rendra. Dia selalu yang pertama dan aku jadi yang kedua. Jadi aku suka sebel banget. Lalu aku bilang, Rendra suatu ketika aku akan membuktikan, aku akan mengalahkan kamu! Di bidang lain, masih dalam bidang sastra. Nah aku merasa menang dengan novel-novel ku ini, daripada W. S Rendra. Hahaha.. itu yang membuat aku seneng. Titie Said mengaku kalah kepada Rendra, di bidang sajak-sajak puisi Rendra hebat, di bidang novel, Titie Said lebih hebat. Hahaha.. Karna apa, karna Rendra tidak memproduksi novel. Jadi itu, sewaktu Rendra masih hidup juga aku katakan hal ini kepada dia. Dalam arti menang ini hanya canda-canda. Kita harus tunjukkan bahwa kita mampu lebih baik dari orang lain. Bisa dan mau mewujudkan hal tersebut.

Dalam menulis novel, biasanya Ibu mendapatkan inspirasi darimana?
Novel pertama ku “Jangan Ambil Nyawaku” nah inspirasi nya dalam membuat novel itu begini, aku kan dulu wartawan, aku interview seseorang nah darisitulah aku mendapatkan ide biasanya. Itu novel ku yang pertama, kalau buku, buku pertama ku terbit itu sekitar tahun 65an, aku lupa pastinya tahun berapa, maklum sudah lama sekali, buku tersebut berisi tentang kumpulan cerpen yang mendapatkan apresiasi dari H. B Jasin. Aku menjalani hidup ini dengan enak, mengalir, kalau angin memberikan tiupannya itu kewajiban tanpa kita merasa itu sebuah kewajiban, air mengalir adalah kewajiban yang diciptakan oleh Tuhan, tetapi aku tanpa merasa bahwa menjalankan kewajiban yang berat. Inspirasi datang ya karena menulis. Aku merasa perlu menulis. Coba kalau aku gak menulis, aku sudah pikun, dengan usia 76 tahun. Saat ini aku juga sedang menulis “perawan yang hilang” tetapi belum selesai. Aku tidak peduli diterbitkan atau tidak, yang aku pedulikan adalah aku menulis. Ini kepuasan tersendiri.

Novel yang Ibu buat, selalu fiksi atau berdasarkan kisah nyata, berdasarkan fakta yang terjadi?
Kalau saat ini barangkali ya, aku menjadi novelis pertama di jamanku dulu yang menggabungkan antara jurnalistik dan sastra. Karena saya wartawan, saya mewawancara seseorang, hal tersebut bisa dijadikan ide besar sebelum menulis. Jadi aku selalu based on true story tetapi dikembangkan ke dalam dunia sastra. Aku menulis tentang penyakit kanker, dimana dulu sekali saat jamanku dulu itu, jika istri menderita sakit kanker, suaminya pasti akan menikah lagi, selingkuh, nah yang aku buat, seorang yang berpenyakit kanker, suaminya tetap berdiri di sampingnya. Nah ini yang aku bawa di dunia sastra, Titie Said membawa sesuatu yang berbeda.
Lalu, aku juga pernah membuat novel tentang gay. Wah dulu aku sempat diprotes. Sempat dimuat juga kritiknya “menjijikan sekali karya Titie Said”. Aku katakan di dalam novel bahwa anak ini gay, terlahir memang gay, bahwa jiwa perempuan di dalam badan laki-laki. Yang mana yang akan menang. Kasihan, jiwa ini terjebak dalam kelamin laki-laki. Lalu aku buatkan novel, karena aku simpati, aku waktu itu sedang interview dia, kemudian dari situ aku paham, ada jiwa perempuan yang terjebak disana. Siapa yang harus disalahkan? Apakah kita menyalahkan Tuhan? Kan tidak! Itu kan takdir ya. Tetapi ketika anak itu begitu mencintai pasangan sejenisnya, dan kemudian ditinggal mati oleh pasangannya tersebut, dari situlah dia sadar. Dalam menulis ini, aku bertanya kepada Dokter, aku mendapat kiriman majalah dari luar negeri, karena disini kan belum ada majalah yang membahas tentang seperti itu. Akhir dari cerita ini ya dengan sadarnya anak itu setelah ditinggal mati pasangannya. Karena Tuhan yang menjadikan dia gay dan karena Tuhan juga yang telah membuatnya berubah, membuatnya tersadar dari kesalahannya selama ini. Di setiap novel atau karya yang dibuat, pasti tersimpan makna yang tersirat di dalamnya. Itu pasti.

Novel yang Ibu buat, dan menjadi favorit Ibu itu Novel yang mana? Dan bagaimana prosesnya sampai diterbitkan? Hambatannya seperti apa?
Jangan Ambil Nyawaku adalah novel ku yang pertama, tetapi buku ku yang pertama adalah Pertempuran dan Hati Perempuan, merupakan kumpulan cerpen yang tadi aku bilang di awal, mendapatkan apresiasi dari H. B Jasin. Menceritakan tentang kehidupan perempuan, bagaimana mereka menerima keadaan mereka, pasrah atau berusaha bertempur. Kalau untuk kendalanya, kemalasan yang mendera di dalam diri kita sendiri. Dan kita tidak menyadari jaman telah berubah. Cara mengatasinya dengan kekuatan dan tekat dari kita.

Apa pendapat Ibu tentang sastra Indonesia?
Saat ini, aku senang anak-anak muda karena banyak perempuan yang diberi perasaan, kepekaan dan kemudian bisa menangkap sesuatu yang terjadi. Sementara laki-laki lebih ke akal. Jadi kalau perempuan yang membuat, itu pasti ada getaran ketika kita membacanya. Tetapi kadang-kadang kita terjebak dengan ketele-telean. Maka sekarang ini jamannya adalah jaman yang muda. Aku senang sekali, jaman yang muda yang lebih bisa menangkap situasi jaman sekarang ini.

Dalam menulis, apa yang harus kita lakukan, agar pembaca berminat membaca karya kita?
Selera masa kini harus kita perhatikan. Kalau untuk orang-orang tua si oke-oke saja, tetapi untuk orang-orang muda, dia harus menangkap selera dan kondisi masa kini. Mengikuti perkembangan masa kini yang tidak panjang-panjang dalam berkarya, tidak seperti selera jaman dulu yang panjang-panjang.

Siapa pengarang yang berpengaruh pada dunia kepenulisan Ibu?
Aku tidak bisa mengatakannya siapa, aku menghargai semuanya kok, pertama-tama Armin Pane ya, karena dia pernah walaupun tidak lama ya, rumah dan kantorku dulu bersebelahan. Banyak hal-hal yang terjadi, kelucuan-kelucuan saat itu.

Bagaimana pendapat Ibu tentang sastra perempuan atau perempuan yang bersastra?
Perempuan yang bersastra aku senang sekali. Memang harus! Karena perempuan itu bisa menangkap situasi dengan cepat, menyerap pengalaman dengan sangat bagus. Dari kebeningan, dari kehalusan, maka muncullah. Banyak kok saat ini penulis perempuan muda yang sudah menerbitkan buku, ada yang masih berusia belasan bahkan puluhan.

Bagaimana pendapat Ibu tentang pembaca di Indonesia saat ini?
Ya, pembaca dibanding dengan negeri-negeri lain, Singapur kita kalah, Malaysia, Vietnam, Jepang apalagi kalah banget. Minat pembaca di Negeri kita masih rendah dibanding Negara lain.

Apakah aktivitas bersastra bisa diandalkan untuk hidup?
Aku tidak pernah mengandalkan ya, karena sebelum menikah aku sudah bekerja sebagai wartawan, empat periode di Lembaga Sensor Film, jadi biarlah begitu-begitu saja ya, enak. Mungkin ini yang jangan sampai ditiru, sekarang kan efisien. Kalau aku kan, tergantung bagaimana ilham, ide itu kapan datangnya, baru mulai menulis. Tetapi kalau sudah dimulai, kesananya pasti lancar. Jadi aku tidak mengandalkan kemampuan menulis aku ini untuk dijadikan satu-satunya pegangan hidup. Dapat uang ya sukur, tidak juga gak apa-apa.

LAPORAN 13 Agustus 2011


LAPORAN PENUGASAN
Rubrik            :           Serba-serbi
Masalah          :           Merah Putih di Dadaku
Angle              :           Pengalaman nyata selebritas politik dengan Bendera Merah                                           Putih
Narasumber   :           Meutya Hafid
Oleh                :           Winda Destiana
Bendera Merah Putih adalah simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kedudukannya disahkan undang-undang. Seberapa jauh, kita sebagai warga negara memahami nilai-nilai Merah Putih?
Berikut petikan wawancara dengan menggunakan surat elektronik bersama Meutya Hafid, mantan Jurnalis Metro Tv yang sekarang menjadi selebritas politik dari Partai Golkar dan kini menduduki kursi di parlemen, Sabtu 13 Agustus 2011. Dengan gamblang, politikus muda yang berasal dari partai berlambang beringin itu menceritakan bagaimana kenangan nya bersama Merah Putih.

Apa arti Merah Putih bagi Anda?
Simbol negara, simbol harga diri bangsa ini, simbol pemersatu, simbol dari keberadaan kita semua saat ini di Indonesia.

Kapan pertama kali tahu tentang keberadaan bendera Merah Putih?
Hmm.. Saya lupa persisnya kapan, tapi jelas dari sangat kecil. Jaman dulu TK masih jarang taman kanak-kanak internasional seperti sekarang. Saya beruntung ikut taman kanak-kanak di kompleks Universitas Hasanudin Makassar, saya rasa di sanalah pertama saya faham. 

Kapan pertama kali ikut upacara bendera? Kapan terakhir? Dan bagaimana kesan-kesannya? Bisa diceritakan hal-hal menarik tersebut?
Pertama kali mungkin ketika SD ya.. Saya lupa di TK ada upacara bendera atau tidak hehe..
Terakhir, hmm..2 tahun lalu.. Ketika itu sebagai perwakilan dari media, diundang untuk hadir 17an di istana. Suasananya haru sekali. Menyenangkan melihat merah putih dikibarkan, didampingi Bendera pusaka.
Ketika tidak ikut upacara secara langsung, saya pun hobi menonton laporan langsung pengibaran bendera melalui televisi. Selain karena dulu sebagai wartawan kerap kebagian meliput 17an, juga karena upacara pengibaran bendera dan detik detik proklamasi saya nilai selalu mampu membakar semangat saya.
Saya punya sedikit cerita tentang upacara bendera, ketika usia SD saya sempat agak trauma dengan upacara bendera. Ketika kecil saya sering mimisan, menurut dokter itu sudah bawaan terutama jika terkena panas. Sehingga sering sekali di tengah upacara, saya mendadak mimisan, atau pingsan. Jadi ketika itu teman dalam barisan upacara yang dekat dengan saya, sudah faham, mereka siap menahan badan saya jika tiba-tiba saya terjatuh. Hehhe.

Upacara bendera yang paling mengesankan buat Anda, yang mungkin masih teringat sampai saat ini, dan kapan kejadian tersebut?
Saya tengah meliput di Aceh. Dalam kondisi darurat militer. Kalau tidak salah 17 Agustus 2003, lokasi Blang Padang, Banda Aceh. Menegangkan, karena ketika itu ada kekhawatiran akan ada reaksi dari pihak GAM. Alhamdulillah semua berjalan aman. Cukup mengharukan karena di tahun tahun sebelumnya sangat sulit untuk mengibarkan merah putih di daerah pemukiman. Karena hampir semua takut. Tahun itu, masyarakat Aceh mulai berani mengibarkan tanpa sembunyi-sembunyi di pekarangan rumah mereka.

Menurut Anda, upacara bendera itu masih perlu atau tidak? Alasannya?
Ibaratnya ibadah, tidak cukup dengan niat, ucapan, tindakan sehari-hari, tapi juga perlu ritual. Begitu juga saya lihat nasionalisme, dia tidak cukup ditunjukan dengan niat dan semangat, ucapan dan tindakan sehari hari. Tapi juga diwujudkan dalam upacara, sebagai simbolisasi perwujudan dari rasa nasionalisme kita.

Di rumah, pasti Anda mempunyai bendera Merah Putih, berapa banyak? Darimana Anda mendapatkannya?
Punya dong. Berapa banyaknya saya tidak tau pasti. Yang jelas kalau warnanya sudah sedikit memudar, biasanya beli baru lagi.

Menurut Anda, bagaimana menciptakan rasa nasionalisme cinta tanah air dalam rangka menjelang HUT RI pada tanggal 17 Agustus nanti, khususnya untuk para pemuda-pemudi Indonesia?
Begini, nasionalisme bukan sesuatu yang bisa diciptakan. Ia harus dipupuk. Dari awal, dan secara berkesinambungan. Jadi agak sulit jika ingin secara instant menghadirkan rasa nasionalisme pada pemuda pemudi kita jika dari kecil dan secara berkala mereka tidak dipupuk dengan rasa nasionalisme tersebut. Jadi pendidikan awal di keluarga, atau di sekolah dasar, harus ditingkatkan terkait hal ini.
Meskipun demikian saya yakin belum terlambat bagi pemuda pemudi. Saya rasa saluran terbaik bagi mereka untuk lebih mencintai dan bangga menjadi pemuda pemudi Indonesia adalah ketika mereka diberikan kesempatan seluas luasnya untuk berkarya. Di bidang apapun. Industri film, musik, prestasi di olimpiade fisika dan matematika, organisasi pemuda dan pemudi, apapun itu. Tapi pemerintah harus mendukung dan memberi ruang agar aspirasi, karya dan bakat mereka tersalurkan dengan baik.

Apa harapan Anda untuk Indonesia yang lebih baik menjelang  HUT RI pada tanggal 17 Agustus nanti?
Harapan untuk Indonesia yang 'lebih baik' bagi saya amat relatif atas waktu. Artinya bisa berbeda di tahun 1945, lebih baik mungkin artinya 'kemerdekaan' dan kebebasan. Di tahun 1998, lebih baik dapat berarti pers yang lebih bebas, untuk mendukung transparansi di Indonesia. Untuk 2011 ini, harapan saya Indonesia yang lebih baik adalah bangsa yang kembali ke moral dan etika, dalam segala lini. Semisal di politik, pendidikan, terutama di bidang ekonomi. Misalnya ekonomi yang bermoral mengutamakan hak-hak rakyat atas anggaran (people's right to budget) terlaksana dengan baik, bukan sebaliknya. Kadang saya gemas sendiri setiap membahas APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sering terlupa bahwa sebenarnya yang diatur dalam APBN itu adalah sepenuhnya hak rakyat. Mungkin harusnya kita ganti saja namanya, menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Rakyat ya. Agar setiap kita merancang setiap sen dlm APBN, kita faham itu adalah hak rakyat. 

LAPORAN 12 Agustus 2011


LAPORAN PENUGASAN
Rubrik            :           Simpul Utama
Masalah          :           Penulis Perempuan
Angle              :           Bagaimana sebenarnya kinerja penulis perempuan itu?
Narasumber   :           Pipiet Senja
Oleh                :           Winda Destiana
Penulis perempuan tiba-tiba menjadi “sesuatu” manakala nama Ayu Utami muncul ke pentas sastra Indonesia. Kehadirannya itu memicu (kembali) sebuah istilah: “penulis atau sastrawan perempuan”. Sebab, setelah Ayu, kemudian muncul sejumlah nama perempuan lainnya di arena kesusastraan Indonesia. Mulai dari Ayu Nadia, Dewi Lestari, Jenar Ayu, dan sejumlah nama perempuan lainnya.

Ditemui di Redaksi Zikrul Hakim, penulis yang bernama asli Etty Hadiwati ini dengan gamblang mau bercerita awal mula menjadi seorang penulis sampai kini namanya dikenal oleh negeri sendiri maupun mancanegara. Berikut petikan wawancara dengan beliau, Jumat 12 Agustus 2011.

Apa sebetulnya yang mendorong Anda menulis fiksi?
Saya ingin menjadi seseorang yang bermanfaat bagi banyak orang, ingin merekam jejak sejarah sekitar, diri dan lingkungan. Allah Swt member saya waktu, kesempatan dan itu tak boleh diabaikan. Harus dimanfaatkan demi masyarakat luas.

Apa hambatannya?
Biasanya terkendala karena sakit. Saya terserang penyakit yang tidak bisa sembuh, Talasemia, penyakit darah yang ditandai dengan berkurangnya Hemoglobin normal. Untuk bertahan, saya harus mendapatkan transfusi darah setiap bulannya. Dengan adanya penyakit ini saya justru semakin berusaha keras untuk tetap menulis. Karena dengan menulislah saya merasa hidup, lain dari pasien yang lainnya.

Bagaimana pertama kali Anda memulai karier Anda sebagai penulis ini?
Awalnya era 73-an, mulai menulis puisi dikirimkan ke radio-radio di Bandung. Kemudian dikirimkan pertama kalinya ke majalah Aktuil, langsung dimuat dalam rubrik Puisi Mbeling asuhan Remy Sylado. Karena terlecut karya pertama langsung dimuat, saya pun terus menulis dan menulis, tak peduli dimuat atau tidak.

Bagaimana suka dukanya?
Puisi-puisi saya langsung mendapat respon dari kalangan senior, hatta, puisi saya isinya filosofi, malah seperti tidak beragama. Hadeuh, ada-ada saja!
Sukanya ya begitu dapat honor yang jumlahnya dua kali lipat gaji Bapak Saya, perwira menengah, bisa disetor kepada orangtua, sebagian dibagikan dengan adik-adik, sisanya untuk membeli vitamin dan susu agar transfusinya bisa bertahan lama. Sejak usia 17 saya tak pernah lagi bergantung kepada orang tua urusan keuangan untuk keperluanku seperti sepatu, baju dll.

Apa novel pertama Anda dan yang paling berkesan? Bisa diceritakan secara mendetail sampai proses penerbitannya?
Biru Yang Biru adalah novel perdana saya yang diterbitkan oleh Penerbit Karya Nusantara, Bandung. Demi novel perdana tersebut aku rela menjadi pramuniaga toko penerbit dan percetakan tersebut di kawasan jalan Braga.

Apa pendapat Anda tentang sastra Indonesia? Tentang karya fiksi Indonesia?
Dari masa ke masa mengalami kemajuan yang sangat pesat, meggembirakan. Semakin banyak berlahiran penulis berbagai genre, dari seluruh pelosok negeri ada penulisnya yang memiliki ciri khasnya masing-masing.

Ada yang bilang, perempuan lebih dekat dengan sastra ketimbang laki-laki, bagaimana menurut Anda sendiri?
Mungkin ada benarnya, karena perempuan lebih banyak memiliki kesempatan dan waktu untuk menekuni khazanah kepenulisan. Pada era saya 70-an, ternyata lebih banyak kaum lelaki daripada perempuannya sebagai penulis. Namun sekarang, umpamanya saja di komunitasku yakni Forum Lingkar Pena, ternyata lebih banyak perempuan daripada lelaki.

Siapa pengarang yang berpengaruh pada dunia kepenulisan Anda? Mengapa?
Entah berpengaruh atau tidak, ya, tetapi saya terinspirasi oleh Emille Zola, Ernest Hemingway, Sidney Sheldon dari luar. Sedangkan dari dalam negeri; Motinggo Boesye, Ajip Rosidi dan NH.Dini, Titie Said dan La Rose.

Pendapat Anda tentang sastra perempuan atau perempuan bersastra?
Perempuan bersastra, barangkali lebih tepat ya. Karena sastra tak mengenal perbedaan apakah itu perempuan atau lelaki. Sastra ya sastra.

Bagaimana tentang pembaca Indonesia?
Masih sangat kurang jika dibandingkan animo membaca masyarakat luar, lihat saja kalau kita jalan ke Singapore, semua kalangan bahkan anak-anak hobi membaca di mana pun berada. Di kendaraan, ruang tunggu, mereka membaca. Sementara masyarakat kita di kendaraan lebih banyak suka mengantuk atau merumpi, di rumah lebih suka lihat infotainment.

Apakah aktivitas bersastra bisa diandalkan untuk hidup?
Tergantung individunya, ada yang bisa melakukannya tetapi lebih banyak menulis masih merupakan pekerjaan sampingan. Kebanyakan penulis kita memiliki pekerjaan lain di samping profesinya sebagai penulis.